OPINI  

TUMENGGUNG WILATIKTA

KERATON AWAL MANGKUBUMI
Ilistrasi: Gambar keraton awal Mangkubumi

“Pêpak andhèr sagunging bupati, Pangran Tumênggung Gadamastaka, ugi anunggil barise. Mêntas andon anglurug, bêdhah ingkang Balora nagri. Tumênggung Wilatikta, Balora wus ngumpul. Suranata awêwarta, yèn pangeran masanggrahan Pêlêm dèsi, wusnya rêrêp watara”.

Terjemahan :

Tumenggung Pangeran Gadamastaka baru saja menaklukkan Blora seperti pesan Pangeran Mangkubumi ketika akan berangkat ke selatan dahulu. Tumenggung Wilatikta Blora menyerah dan bergabung. Adipati Suranata yang baru saja dari selatan mengabarkan kalau Pangeran Mangkubumi sekarang bermarkas di desa Pelem.

 

KERATON AWAL MANGKUBUMI
Ilistrasi: Gambar keraton awal Mangkubumi

 

Barangkali, pupuh Dandang Gula dalam Babad Giyanti diatas merupakan satu-satunya keterangan yang menyebutkan nama Bupati Blora yaitu Tumenggung Wilatikta, yang sampai sekarang diyakini merupakan bupati pertama Blora.

Sebagaimana diketahui, Babad Giyanti mengisahkan kronologi Mataram dari masa akhir perang Cina sampai dengan perjanjian Giyanti antara Mangkubumi, Amangkurat dan Kompeni, tanggal 13 Februari 1754.

Blora sebelumnya merupakan daerah Mancanegara Timur (Bang Wetan) Keraton Surakarta dengan bupati yang tunduk kepada Bupati Wedana mancanegara Tumenggung Suradiningrat (Adipati Ponorogo).

Dalam pupuh Kinanthi Babad Giyanti, yang menerangkan tentang barisan para bupati di saat perpindahan keraton dari Kartasura ke Surakarta (1745), disebut :

“Wuri malih kang sumambung, bupati môncanagari, ing Madiun lan Caruban, Blora Ngawi Purwadadi, Kamagêtan Jagaraga, ing Rajègwêsi tan kari”.

Inilah barisan Bupati Mancanegara dari Bang Wetan, atau bagian timur negara Surakarta. Wilayah itu meliputi Madiun, Caruban, Blora, Ngawi, Purwadadi, Kemagetan, Jagaraga, dan juga tak ketinggalan dari Rajegwesi.

Namun Pangeran Mangkubumi (saudara laki-laki Paku Buwana II), keluar istana yang baru dibangun di Surakarta, dan melakukan pemberontakan, karena tidak puas sekaligus marah dengan tindakan sewenang-wenang Patih Pringgalaya, yang telah mengambil tanah Sokawati. Juga karena dendam atas hinaan dari Gubernur Jenderal Kompeni, dalam kunjungan di keraton Surakarta. Pertama-tama Pangeran Mangkubumi menggelar barisannya di Pandak Karangnangka, kemudian ke Gebang, lalu mengajak pangeran Mangkunagara dan Sultan Dhandhun Martengsari supaya bergabung. Pangeran Mangkubumi dari gunung Garigal menguasai Grobogan dan Demak.

Saat Demak sudah dikuasai pasukan Mangkubumi, putra bupati Demak Tumenggung Atmanagara, yang bernama Martawijaya menyerah dan ditetapkan sebagai bupati Demak utara dengan gelar Tumenggung Suranata. Sementara itu, Sumajaya ditunjuk menjadi bupati Demak Selatan, dia masih keponakan Pangeran Wijil Kadilangu yang berarti masih keturunan Sunan Kalijaga, dan kemudian diberi gelar Pangeran Tumenggung Gadamastaka. Tumenggung inilah yang akhirnya menundukkan Bupati Wilatikta Blora dan mengajaknya untuk bergabung  dengan Pangeran Mangkubumi.

Dikatakan bahwa Tumenggung Wilatikta bersama Raden Tumenggung Jayadirja, Brajadenta, Brajamusti, Rangga Wirasetika, Suryanagara, Adipati Puger dan Reksanagara, Samadipura, Natasingron, Kartanagara, Lurah Demah Benggala, ikut serta mengepung pasukan Mataram Kartasura dan Kompeni yang bertahan di Sumengka, Sukawati. 

Ing dinten Jumuah Legi, kaping 1 Sura, tahun Alip, 1675 utawi kaping 11 Desember 1749, BPH Mangkubumi lenggah dipun adep para sadherek lan para putra punapa dene punggawa sadaya … lajeng jumeneng jejuluk Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Senopati ing Ngalaga ngabdur Rachman Sayidin Panatagama Khalifatulah (Buminata, 1958:20).

Momen diatas dijadikan dasar hari Jadi Kabupaten Blora, 11 Desember 1949, saat dimana Pangeran Mangkubumi dikukuhkan menjadi Sunan di Kabanaran. Namun hari itu bertepatan juga dengan kontrak Kompeni dengan Paku Buwana II untuk menguasai seluruh wilayah Surakarta. 

Dengan diangkatnya Pangeran Mangkubumi sebagai Sunan, dilantik juga Adipati Puger sebagai Bupati Grobogan yang membawahi Demak, Santenan, Cengkal Sewu, Wirosari, Sesela, Teras Karas, Blora lan Jipang. Tumenggung Wilatikta tetap menjadi bupati Blora.

Nama Tumenggung Wilatikta sendiri tidak asing di mata orang Tuban, yang mana telah menjadi Bupati di Tuban di awal abad-16. Tumenggung Wilatikta Tuban adalah ayah Raden Said (Sunan Kali Jaga), sehingga berbeda dengan Tumenggung Wilatikta Blora, walau dengan nama yang sama. 

Tentang penulis: Totok Supriyanto adalah pemerhati sejarah dan budaya.

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com