BLORA – Setelah membaca sinopsis dua dari tetralogi Pulau Buru, tidak akan lengkap tanpa membaca buku ketiga dan buku terakhirnya. Tetralogi Pulau Buru ditulis Pramoedya Ananta Toer dalam pengasingannya di Pulau Buru. Dalam tulisan-tulisan tersebut Pram menggambarkan situasi politik dan kebudayaan Indonesia dibawah penjajahan pemerintah kolonial.
Buku ketiga ini berjudul Jejak Langkah. Dalam buku ini, Pram menceritakan kepulangan Minke dari negeri Belanda ke tanah air. Seolah keberuntungan sedang berpihak pada Minke, satu demi satu peluang menghampiri sang tokoh utama ini.
Sepulang dari negeri belanda tahun 1901, Minke mendapatkan beasiswa untuk belajar di sekolah kedokteran STOVIA. Selain itu, sejumlah pejabat pemerintah Gubernmen tertarik dengan Minke karena tulisan-tulisannya yang berkualitas. Dalam beberapa narasi, Pram memaparkan kedekatan Minke dengan panglima perang penakluk Aceh, Jenderal Van Heutz.
Di STOVIA, Minke menjalin hubungan asmara dengan Ang San Mei. Ang San Mei merupakan guru bahasa Inggris di sekolah kedokteran tersebut. Hubungan keduanya berlanjut sampai ke jenjang pernikahan. Tidak disangka, Ang San Mei ternyata merupakan seorang anggota jaringan Tionghoa Internasional yang berambisi melakukan revolusi di tanah leluhurnya.
Aktivitas Ang San Mei di jaringan internasional Tionghoa membuatnya jatuh sakit dan akhirnya meninggal karena penyakit kuning. Pada situasi ini, peluang-peluang yang sebelumnya menghampiri Minke kini satu demi satu mulai meninggalkannya. Tidak hanya ditinggal mati istrinya, Minke juga dipecat dari STOVIA dan harus mengembalikan beasiswa yang telah digunakannya.
Dipecat dari sekolah kedokteran, membuat Minke kembali aktif di dunia jurnalistik. Dia mendirikan surat kabar harian yang bernama “Medan”. Surat kabar tersebut banyak diminati masyarakat banyak dan mengalahkan oplah surat kabar lain yang didukung oleh pemerintah kolonial.
Sementara itu, situasi internasional berubah dengan cepat. Rakasasa Eropa, Rusia berhasil dikalahkan oleh tentara Jepang dalam sebuah pertempuran. Berita kemenangan ini segera menyebar ke kawasan asia timur sampai asia tenggara. Di China para revolusioner mulai bergerak.
Di tanah air Minke merespon berita kemenangan ini dengan mendirikan organisasi-organisasi berjiwa kebangsaan. Minke mendirikan Sarekat Priyayi, membidani lahirnya Boedi Oetomo kemudian mendirikan Sarekat Dagang Islam. Pemerintah kolonial mulai gusar dengan kemunculan organisasi-organisasi kebangsaan tersebut.
Pemerintah Kolonial segera memecat Gubernur Jenderal Van Heutz dan menggantikannya dengan Gubernur Jenderal Idenburg. Segera setelah diangkat sebagai Gubernur Jenderal, Idenburg merencanakan operasi rahasia untuk menghancurkan Sarekat Dagang Islam.
Minke menikahi puteri Raja Maluku, Princess Van Kasiruta. Rumah tangga Minke dengan Princess Van Kasiruta ini tidak lepas dari teror yang dilakukan oleh anak buah Gubernur Jenderal Idenburg. Cerita diakhiri dengan penangkapan Minke oleh pemerintah kolonial dan pembuangannya ke Ternate, Maluku Utara [.]
Editor : Sahal Mamur
Foto : Tim grafis bloranews
Sumber : Petersan.blogspot.co.id dan Berbagai sumber