Blora- Seorang tentara kekaisaran Jepang, Kolonel Takayuki tak bisa menghapus bayang penari tayub. Dalam perjalanannya di atas kereta dari Blora ke Batavia, perwira ini membayangkan keindahan tubuh penari ledhek berselendang merah itu.
Demikianlah, adegan permulaan dalam Cerpen berjudul Tarian Tengah Malam Itu, karya cerpenis muda Blora, Ala Dira Ariza (18). Dilema percintaan tentara, antara kesetiaan pada tanah air atau dengan gadis pujaan hati menjadi kerangka besar cerita ini.
“Tentang seorang Kolonel Jepang yang berada di situasi sulit. Setia kepada negaranya, atau kekasihnya yang merupakan penari tayub pribumi,” ucap cerpenis yang kini mengenyam studi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (UNDIP) ini, Senin (26/08).
Ternyata, jiwa sastra cerpenis yang berdomisili di kawasan Perumnas Karangjati Blora Kota itu telah terasah sejak duduk di bangku SMP. Berbagai karya sastrawan kondang tanah air seperti Seno Gumira Ajidarma, Pramoedya Ananta Toer, Putu Wijaya tuntas dibacanya.
“Khususnya saat saya kelas IX SMP. Dalam cerpen Tarian Tengah Malam Itu, saya ingin menyampaikan setiap orang akan dihadapkan pada pilihan yang membingungkan. Saat dia memilih pilihan yang salah, akan menyesal seumur hidup,” imbuhnya.
Ala Dira Ariza: Cerpenis beraliran Surealis
Dengan alur cerita yang penuh kejutan dan gaya bahasa yang memikat hati, cerpen ini terpilih sebagai juara pertama lomba penulisan cerpen Indonesiana 2019: Cerita Dari Blora. Anak bungsu dari lima bersaudara ini mengaku menyukai gaya sastra Surealis.
“Aliran surealis begitu unik. Dimana saya bisa mengungkapkan fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat ke dalam bentuk karya sastra. Intinya menulis gaya surealis begitu cocok dengan kepribadian saya,” pungkasnya.
Novelis Blora yang juga dewan juri lomba Cerpen Indonesiana, Sri Purnomowati mengaku terkesan dengan kemampuan menulis gadis ini. Menurutnya, di usia yang masih belia, Ala Dira Ariza memiliki kematangan dalam bersastra.
“Saya pernah bertemu dengan anak itu 4 tahun silam. Waktu itu, dia terbitkan kumpulan cerpen perdananya dan saya hadir sebagai kritikus. Sebagai anak kecil waktu itu, dia memang sangat matang bersastra. Sekecil itu, dia sudah beraliran surealis,” komentarnya. (jyk)