Di zaman yang modern ini semakin banyak produk-produk baru yang bermunculan, khususnya produk kecantikan. Produk kecantikan kini seakan-akan telah menjadi bahan pokok bagi kaum hawa. Bahkan produk kecantikan kini diagung-agungkan layaknya dewa bagi kaum hawa. Produk kecantikan layaknya dewa yang harus dimiliki oleh setiap perempuan.
Dilansir dari Merdeka(dot)com, pada tanggal 27 Agustus 2019 disebutkan bahwa penjualan produk kecantikan dunia mencapai 26 persen. Hal tersebut membuktikan bahwa tingkat konsumen produk kecantikan sangat tinggi. Produk-produk kecantikan beragam jenis mulai dari produk kecantikan wajah, kulit, rambut dan lain sebagainya semakin merajai alur perdagangan dunia. Tingkat konsumen produk kecantikan yang semakin tinggi ini, tidak terlepas dari adanya kegiatan promosi. Kegiatan promosi ini dilakukan untuk menarik minat konsumen untuk membeli produk tersebut. Salah satu bentuk promosi yang sering digunakan adalah promosi berbentuk iklan.Di tahun 2021 ini, iklan menjadi salah satu wadah atau media mempromosikan produk kecantikan yang cukup menjanjikan. Hal tersebut dikarenakan iklan dapat menjangkau lebih banyak konsumen mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Selain itu, iklan juga dapat dijangkau dengan mudah melalui website, media sosial, televisi, dan radio.
Iklan produk kecantikan cenderung dikemas dalam bentuk tayangan video yang disertasi dengan musik dan suara pendukung. Selain itu, yang terpenting adalah penggunaan bahasanya untuk menarik minat konsumennya. Tidak jarang, iklan produk kecantikan menggunakan kata atau kalimat yang menimbulkan keresahan bagi kaum hawa. Mengapa demikian? Hal tersebut dikarenakan kata atau kalimat iklan membangun persepsi perempuan mengenai standar kecantikan.
Seperti halnya dalam iklan produk sabun mandi Korea Glow Yuzu. Pada iklan sabun mandi tersebut terdapat kalimat yaitu “rahasia kulit chop chop Korea glowing dan lembap dekatkanmu dengan cinta impianmu”. Kalimat tersebut memiliki makna konotatif atau makna tersembunyi. Kalimat tersebut membangun persepsi terhadap kaum hawa bahwa standar kecantikan perempuan ada pada kulit yang glowing dan lembap ala perempuan Korea. Dengan standar kecantikan tersebut, maka laki-laki akan mendekat, tertarik dan menimbulkan cinta.Makna konotatif yang terdapat pada kalimat iklan tersebut secara tidak langsung telah membangun keresahan pada hati perempuan. Mengapa demikian? Hal tersebut dikarenakan akan membuat perempuan berlomba-lomba memikirkan penampilan agar memiliki kulit yang glowing dan lembap agar mendapatkan jodoh.
Selain itu, terdapat iklan lain yaitu iklan produk kecantikan Emeron Lovely Naturals Sakura Body Lotion. Pada iklan tersebut mengandung kalimat yaitu “gemes sama kulitku sendiri, udah lembut, halus lagi, kulitmu juga bisa gemesin kalau pake Emeron Lovely”. Pada kalimat tersebut mengandung makna konotatif yaitu bahwa perempuan harus memiliki standar kecantikan yaitu kulit yang lembut dan halus seperti tokoh iklan. Dengan memiliki kulit seperti tokoh iklan, maka konsumen akan terlihat mengemaskan. Hal tersebut juga secara tidak langsung telah membangun keresahan pada perempuan karena mereka harus mengikuti standar kecantikan yang semacam itu, sedangkan setiap perempuan memiliki ciri khas kulit, wajah, dan tubuh yang berbeda-beda.
Tidak jarang karena stigma semacam ini perempuan menjadi berlomba-lomba untuk mencapai standar kecantikan tersebut. Banyak sekali perempuan-perempuan yang memilih jalan instan yaitu dengan menggunakan produk kecantikan sembarangan. Perempuan beranggapan semakin cepat ia mencapai standar kecantikan tersebut, maka semakin cepat perempuan tersebut dipandang atau bahkan dicap cantik. Perlombaan yang semacam ini sering kali menimbulkan kerugian pada wajah, kulit atau tubuh perempuan itu sendiri. Penggunaan produk sembarangan karena tergiur kecantikan instan membuat perempuan tidak berpikiran panjang untuk memilah dan memilih produk yang berkualitas baik. Banyak perempuan yang salah memilih produk kecantikan hingga menimbulkan kerugian seperti wajah rusak, jerawatan, pori berlubang, dan bahkan hingga kanker kulit.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa iklan produk iklan yang sering dilihat di media sosial, website, dan televisi secara tidak langsung membangun persepsi dan stigma buruk bagi perempuan. Stigma dan persepsi tersebut menimbulkan keresahan bagi kaum hawa untuk mencapai standar kecantikan yang diujarkan bahasa iklan. Oleh karena itu, setiap orang tidak hanya perempuan harus lebih cerdas lagi dalam mengonsumsi iklan. Iklan tidak sekedar lewat sebagai pengisi jeda film yang tayang, namun penayangan iklan yang berulang-ulang secara tidak langsung telah membangun persepsi dan stigma di otak manusia. Setiap orang harus pintar dalam mengonsumsi, memilah, dan memilih bahasa publik.
Tentang penulis : Laily Selviyah Safitri adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.