JEPON – Terjadinya sebuah desa lazimnya didasarkan pada cerita rakyat yang berkembang di desa tersebut. Tidak terkecuali desa Gersi kecamatan Jepon. Terjadinya desa Gersi menurut cerita rakyat yang ada bermula dari sebuah kerajaan yang berkuasa saat itu, kerajaan Tanjung Mas.
Konon, di wilayah kekuasaan kerajaan Tanjung Mas terjadi sebuah pemberontakan, tepatnya di kadipaten Nglangitan. Ratusan pasukan diterjunkan untuk memadamkan pemberontakan tersebut namun rupanya pasukan kadipaten Nglangitan masih terlalu tangguh. Pemberontakan pun belum dapat dipadamkan.
Di kerajaan Tanjung Mas terdapat seorang sakti yang bernama Tumenggung Tunggul Wulung yang hidup dengan istrinya, Dewi Sumekar. Dewi Sumekar yang berparas cantik pun menarik perhatian putera raja, Pangeran Suryo.
Untuk memadamkan pemberontakan, Raja Tanjung Mas mengutus putranya, pangeran Suryo ke kadipaten Nglangitan. Bukannya menuju ke Nglangitan, pangeran Suryo justru menemui Tumenggung Tunggul Wulung untuk menuju ke Nglangitan. Setelah Tumenggung berangkat, Dewi Sumekar pun dirayu oleh pangeran Suryo dan dipersunting agar bersedia menjadi istrinya. Dewi Sumekar menolak.
Pangeran Suryo kembali ke keraton, namun ternyata di keraton telah ada Tumenggung Tunggul Wulung dan istrinya melaporkan perbuatan tidak terpuji sang Pangeran. Raja yang marah memberi perintah kepada pangeran Suryo agar segera ke Nglangitan untuk memadamkan pemberontakan. Dewi Sumekar kecewa dengan suaminya pun pulang ke rumah orang tuanya di daerah Bathokan.
Dewi Sumekar meminta saran kepada ayahnya, bagaimana agar hubungan dengan suaminya kembali harmonis. Ki Gede Bathokan, ayah Dewi Sumekar memberi saran agar Dewi Sumekar menyamar sebagai prajurit Nglangitan dan membela kadipaten Nglangitan, saran tersebut pun dipatuhi oleh Dewi Sumekar. Tidak lama, Tumenggung Tunggul Wulung pun mengunjungi Ki Gede Bathokan dan meminta saran yang sama. Ki Gede Bathokan menyarankan agar suami Dewi Sumekar bergabung dengan prajurit Tanjung Mas dan memadamkan pemberontakan.
Perang berkecamuk di Ngangitan, pangeran Suryo berhasil memukul mundur prajurit Nglangitan. Kemenangan tersebut hanya bertahan sesaat, Dewi Sumekar yang telah mengganti namanya menjadi Silihwarni berhasil meringkus pangeran Suryo dan memenjarakan putra raja tersebut di Nglangitan. Tumenggung Tunggul Wulung yang telah mengganti namanya menjadi Silihwarno pun mencari prajurit Nglangitan yang bernama Silihwarni untuk menuntut balas. Pertarungan keduanya pun tak terelakkan.Setelah bertarung lama, penyamaran keduanya pun terbuka. Keduanya saling meminta maaf dan pulang ke Bathokan.
Di Bathokan, keduanya lantas bertekad memadamkan pemberontakan kadipaten Nglangitan. Dipimpin oleh Ki Gedhe Bathokan, pasukan kerajaan berhasil memadamkan pemberontakan kadipaten Nglangitan yang dipimpin oleh Ki Gedhe Nglaban. Dalam pertempuran tersebut, tali celana Ki Gedhe Bathokan tersangkut di pagar besi yang mengelilingi kadipaten Nglangitan, sehingga tempat tersebut kini bernama Gersi (Gersi : Pager Wesi / Pagar Besi)
Selain Gersi, cerita rakyat di atas juga menjelaskan terjadinya beberapa tempat antara lain, desa Keburan (kubangan air tempat jatuhnya Ki Gedhe Bathokan), Jangkrikan (tempat ketika Ki Gedhe Bathokan dan Ki Gedhe Nglaban dikerumuni jangkrik).[.]
Editor : Sahal Mamur
Foto : Bloranews
Sumber : Tesis Dyan Novita Ratriani/Cerita Rakyat Blora/UNS /2012