fbpx

SENI KETHOPRAK BLORA : KISAH CINTA KAMANDAKA DAN BUNGSU CIPTARASA

Tri Manggolo Budoyo
Pentas seni Ketoprak Tri Manggolo Budoyo

Jatirejo ( 06/03/2016 ) Seni Kethoprak merupakan salah satu seni teater masyarakat Jawa secara umum. Melalui lakon – lakon Kethoprak, petuah – petuah leluhur disampaiakan. Ada kalanya, disampaikan secara tersurat melalui dialog antar pemeran ketoprak, ataupun secara tersirat melalui banyolan – banyolan dan ekspresi wajah. Menurut cerita lisan – ke lisan, seni Kethoprak merupakan salah satu media dakwah Walisongo melalui jalur kesenian. Dalam hal ini, Kanjeng Sunan Kalijaga-lah yang menjadikan seni Kethoprak dan seni – seni asli masyarakat jawa menjadi sarat dengan nilai – nilai moral keagamaan.

Di Kabupaten Blora, seni Kethoprak masih banyak diminati. Tidak hanya oleh generasi angkatan ’45 saja, melainkan pula diminati oleh para remaja dan anak – anak muda. Seni Kethoprak biasa ditampilkan pada acara – acara tahunan desa, semisal Sedekah Bumi dan bersih desa, dan sebagai hiburan dalam acara perkawinan, selamatan serta khitanan. Sayangnya, minat para muda Kabupaten Blora untuk meneruskan kesenian Kethoprak belum banyak terlihat. Hanya kepada kelompok – kelompok Kethoprak di Blora, harapan untuk tetap setia menyajikan kisah – kisah sarat nilai ini disandarkan.

 

Tri Manggolo Budoyo
Pentas seni Ketoprak Tri Manggolo Budoyo

 

Salah satu kelompok Kethoprak di Kabupaten Blora adalah “ Tri Manggolo Budoyo “ pimpinan Bu Sulastri. Oleh masyarakat seni, nama Bu Sulastri dikenal dengan nama Ciplis ( 45 ). Didampingi suminya, Bapak Sukono ( 45 ) dan sekitar tujuh puluh orang kru dan pemeran, Kelompok Kethoprak “ Tri Manggolo Budoyo “ telah melakukan pentas di hampir semua kecamatan di Kabupaten Blora. Sabtu malam ( 05/03/2016 ) Kelompok Kethoprak “ Tri Manggolo Budoyo “ melakukan pentas di dukuh Kedalon, desa Jatirejo ( Jingkat ) Kecamatan Tunjungan.

Kelompok Kethoprak “ Tri Manggolo Budoyo “ memiliki sekretariat di dukuh Melar, desa Turirejo Kecamatan Jepon. Sebagian besar pemeran dan kru di kelompok kethoprak tersebut merupakan warga Kabupaten Blora. Mereka berasal dari desa Jurang Jero ( Kcematan Bogorejo ), desa Nglangitan ( Kecamatan Tunjungan ), desa Nggempol Sewu ( Kecamatan Tunjungan ), Desa Sonorejo ( Kecamatan Blora ) dan beberapa pemain dari Kabupaten Rembang. Sebagian besar kru dan pemain ini merupakan para seniman yang sudah bergabung sejak berdirinya “ Tri Manggolo Budoyo “ enam tahun yang lalu.

 

Kepada Bloranews.com, Bapak Sukono menyampaikan kisah pendirian Kelompok Kethoprak “ Tri Manggolo Budoyo “ dan kiprahnya dalam melestarikan seni teater asli Jawa ini di Kabupaten Blora.
Sukono Saat wawancara dengan Bloranews

 

Kepada Bloranews.com, Bapak Sukono menyampaikan kisah pendirian Kelompok Kethoprak “ Tri Manggolo Budoyo “ dan kiprahnya dalam melestarikan seni teater asli Jawa ini di Kabupaten Blora.

“ Pada mulanya mas, sebelum banyak grup kethoprak, sebagian besar seniman – seniman kethoprak tergabung di Kelompok Kethoprak desa Nglojok Kecamatan Tunjungan. Seiring berjalannya waktu, banyak undangan pentas yang harus dihadiri. Jumlah undangan ini sangat banyak mas, sehingga kami memutuskan bahwa jumlah Kelompok Kethoprak harus ditambah. Beberapa tahun kemudian lahirlah Kelompok Kethoprak “ Dwi Budoyo “ di Sukorejo Tunjungan. Beberapa tahun kemudian, saya dan istri memutuskan untuk medirikian Kelompok Kethoprak “ Tri Manggolo Budoyo “ kenang Bapak Sukono.

Salah satu pemeran dalam dalam Kelompok Kethoprak “ Tri Manggolo Budoyo “ menceritakan tentang persiapan – persiapan yang dilakukan sebelum pentas digelar. Pemeran ini bernama Agus Danang Setiawan ( 31 ) berperan sebagai Jukulakar, Menantu Prabu Pasir Luhur dari kerajaan Pajajaran.

 

pemeran ketoprak
Agus Danang Setiawan disela sela persiapan Pentas

 

“ Sebelum pentas digelar, kami berkumpul bersama semua kru dan pemeran. Kemudian berdoa dan menata niat yang lurus. Yaitu niat untuk melestarikan budaya dan warisan leluhur jawa. Kami saling memotivasi sesama kru dan pemain, ini penting karena untuk sebuah penampilan yang prima dibutuhkan kesiapan mental.” Jelasnya

Dalam mengembangkan kemampuan akting-nya, Agus tidak mengikuti kelas – kelas teater atau pendidikan seni khusus. Dia mempelajari seni peran secara otodidak, dalam beberapa hal Agus berkonsultasi kepada Bu Ciplis dan pemeran – pemeran di “ Tri Manggolo Budoyo “.

Malam itu ( 05/03/2016 ) Kelompok Kethoprak Tri Manggolo Budoyo menyajikan lakon “ Kamandoko Luntung Sarung “. Lakon ini diadopsi dari legenda rakyat yang berkembang di tanah Sunda. Secara singkat, lakon ini berkisah tentang seorang pangeran yang bernama kamandoko ( dari kerajaan Pajajaran ) yang ingin meminang Putri Kerajaan Pasir Luhur, Bungsu Ciptarasa.

 

Antusias penonton ketoprak
Antusias Penonton dalam menyimak pantas kethoprak

 

Perjalanan cinta dua insan dari kerajaan yang berbeda ini tidak berjalan mulus. Orang tua Bungsu Ciptarasa, Raja Pasir Luhur tidak bersedia menerima pinangan Kamandoko. Dengan berbagai cara, akhirnya Kamandoko berhasil meyakinkan Prabu pasir Luhur untuk menerima pinangannya.

Selain lakon “ Kamandoko Luntung Sarung “ ragam cerita lainnya juga tersedia. Beberapa lakon diantaranya, Sri Weling Mustiko Tuban, Guguring Ronggolawe, Lahire Kebo Marcuet, dan Plonthang Gugat.

Kepada Bloranews.com, beberapa seniman kethoprak berharap agar pemerintah dan para pengambil kebijakan di Kabupaten Blora senantiasa melestarikan Seni Kothoprak di Kabupaten Blora. Selain mengenalkan kepada generasi – generasi penerus kabupaten Blora tentang Teater Asli Jawa ini, para seniman juga berharap agar dalam penyelenggaraan kegiatan seni di Kabupaten Blora, seni Kethoprak dilibatkan sehingga ada variasi kegiatan seni di Kabupaten Blora.

Reporter          : Khoirunniam

Fotografer        : Sholeh