fbpx

SEJARAH BLORA TERKENAL PENGHASIL KOPI DI JAWA

Kopi Khotok.
Kopi Khotok.

Blora, BLORANEWS – Hitamnya kopi sudah menjadi semacam tradisi. Masuk ke ranah dukuh-dukuh, bahkan tiap RT pasti ada warung kopi yang menyediakan kopi. Juga kopi kothok sebagai kharakter tersendiri bagi Blora.

Menilik Blora dengan ketinggian sekitar 20–280 meter DPL (seperti dikutip: exovillige), sulit dipercaya Blora menjadi daerah penghasil kopi terkenal di wilayah Jawa. Seorang pemerhati sejarah, Totok Supriyanto mengungkapkan data sejarah, Blora tak hanya sebagai konsumen tapi sebagai produsen kopi.

“Kembali 200 tahun lalu untuk menemukan literatur kopi Blora, bertolakbelakang dengan kondisi cuaca ataupun kondisi ketinggian tanah. Menurut literatur tanaman kopi minimal 400 meter di atas permukaan laut. 200 tahun lalu kita (Blora) sudah bisa berproduksi sendiri,” ungkapnya.

Dikatakannya saat memantik diskusi kopi dengan tema, “Aku, Kopi dan Kamu”. Membedah sejarah kopi Blora dan budaya yang terbentuk pada Sabtu (17/9) malam di depan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten Blora.

Hasil dari penggalian datanya, pada tahun 1841 Blora menghasilkan kopi 1038 pikul. Tahun 1845 Blora berproduksi kopi sekitar 1514 pikul. Jika satu pikul setara dengan 62,5 kilogram, maka tahun itu menghasilkan sekitar 190 ton per tahun.

“Secara berturut-turut tahun 1841 hasil produksi 1036 pikul, 1842 hasil produksi 682 pikul, 1843 menghasilkan 2546 pikul, 1844 menghasilkan 1938 pikul dan 1845 hasil produksi mencapai 1514 pikul. Jumlah ini tentu tidak sedikit, mengingat wilayah Blora yang kering bisa ditanam kopi dan menghasilkan ratusan ton per tahun,” urainya.

Totok Supriyanto mengatakan, catatan yang tertulis, kopi masuk Blora dengan sengaja didatangkan oleh belanda. Pada tahun 1830 terjadi system politik kultivasi atau tanam paksa yang dicetuskan Van den Bosh, mengharuskan seluruh wilayah termasuk Blora untuk bertanam dan berkebun. Kopi salah satunya.

Jurnal Hindia Timur tahun 1856 (sebuah buku buatan Belanda berisi tentang artikel atau kajian kehidupan masyarakat sampai kondisi sosio-kultur masyarakat Jawa saat itu, Budayawan Totok mengaku belum menemukan data yang komplit, ada yang belum ketemu.

“Ada data yang kurang, menyoal lokasi di mana wilayah Blora yang menghasilkan kopi? Kawedanan atau kecamatan mana, menghasilkan berapa? Mana tempat yang cocok ditanam kopi? Mungkin ada tapi belum ketemu,” terangnya.

Keberuntungan berpihak kepada Blora, karena ternyata Kopi yang ditanam dengan banyak keterpaksaan tadi rupanya bisa berbuah dan tergolong berhasil, karena Blora menjadi satu-satunya kabupaten di Residen Rembang (Rembang, Blora, Tuban dan Bojonegoro) yang bisa menghasilkan kopi sendiri.

“Jurnal Hindia Timur menyebutkan, Blora sangat cocok ditanam kopi. Tidak akan bisa menemukan perkebunan lain selain kebun kopi. Menurut saya mungkin di sepanjang perbukitan kendeng, Japah-Todanan atau tempat lain yang tanahnya cocok untuk menanam kopi,” papar Totok. (Jam).