Melihat keadaan mahasiswa di Blora, aku prihatin sekali. Lupakan saja bayangan kalian tentang mahasiswa yang intelektual, sekaligus agen perubahan masyarakat. Dulu, bagi beberapa kalangan, mahasiswa layaknya Singa Si Raja Hutan, yang ditakuti dan disegani.
Sekarang, tak ubahnya mahasiswa menjadi singa sirkus yang aumannya tak lagi menakutkan, malah lucu dan ditertawakan. Suara mahasiswa menjadi lelucon bagi elit pemerintahan, dari tingkat lokal hingga di puncak kekuasaan negeri ini.
Ada yang bilang, mahasiswa memanglah singa sirkus, yang buas saat lapar dan jinak sesuah diberi makan. Aku sendiri melihat, mereka malah tak ubahnya sebagai kacung birokrat atau bintang iklan bagi oknum yang ingin membesarkan namanya sendiri.
“Tugas kita adalah menjadi agen perubahan, dan agen kontrol sosial,” ucap seorang mahasiswa di depanku. Batinku tertawa menyaksikan kata-katanya yang naif dan dangkal, mana mungkin menjadi agen perubahan tanpa nalar kritis dan berotak tumpul.
Mereka hanya kesana kemari, gerudak-geruduk tidak karuan. Tak hanya tumpul di pemikiran dan nalar, jenis orang-orang ini juga pasif dan menikmati status sebagai kaum intelektual. Taukah mereka, banyak rakyat yang mereka atasnamakan kini menderita dan terus tertindas.
Dulu, mahasiswa berhadapan dengan penguasa saat terjadi ketidakadilan dan penindasan. Kini, mereka menjadi singa sirkus penguasa. Benar saja kata orang, suapi mahasiswa dan dia tak akan buas lagi.
Jika masih saja seperti ini, dan tak punya nalar kritis atau keberanian. Lebik baik, bawa saja mahasiswa ke lapangan dan buatkan mereka lomba mewarnai. Karena, sebatas itu kualitas mereka saat ini.
Tentang penulis: Achmad Niam Jamil merupakan Lurah Teater Aji Pojok, sekaligus aktivis di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Sunan Pojok, Blora Kota