Blora, BLORANEWS.COM – Arifai, Koordinator Lingkar Studi Kerakyatan Kabupaten Blora, mengungkapkan keprihatinannya terhadap pemecahan anggaran yang tertera dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Blora.
Ia menilai bahwa banyak kegiatan yang dilakukan di lokasi yang berdekatan, seperti pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Alon-Alon dan RTH Taman Mustika, dipecah menjadi beberapa paket anggaran.
“Kami melihat bahwa pemeliharaan RTH Alon-Alon yang bernilai sekitar Rp550 juta dan pemeliharaan RTH Taman Mustika sebesar Rp137 juta, padahal kedua kegiatan ini dilakukan di lokasi yang berdekatan. Kami ingin tahu dasar dari pemecahan anggaran ini, karena hal ini terkesan tidak efisien,” jelas Arifai.
Selain itu, belanja tanaman dan bibit juga dipecah menjadi dua paket yang masing-masing bernilai Rp190 juta dan Rp170 juta. Arifai mempertanyakan alasan pemecahan ini.
“Kenapa belanja tanaman dan bibit yang sejenis ini dipecah menjadi dua paket? Apakah ini untuk memudahkan pengondisian penyedianya, administrasi atau ada alasan lain yang belum jelas?” ungkapnya.
Arifai juga menyoroti pemecahan anggaran untuk belanja solar dan suku cadang ekskavator serta buldoser.
“Pemecahan anggaran untuk belanja solar dan suku cadang juga terlihat tidak konsisten. Kami ingin tahu alasan di balik pemecahan anggaran ini, apakah ini untuk menghindari proses lelang atau ada tujuan lain?” tambahnya.
Upaya klarifikasi yang dilakukan wartawan Bloranews menghadapi kesulitan. Bayu Himawan dari DLH, tidak membuahkan hasil. ketika dihubungi, mengarahkan wartawan ke Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup, Ary Suhartono.
“Yang mengurus RTH bukan bidang saya, saya malah tidak tahu. Tapi sudah saya sampaikan ke Bidang yang mengurus, pak Ary Suhartono,” ungkap Bayu Himawan.
Namun, Ary Suhartono juga mengarahkan wartawan untuk mengonfirmasi masalah ini ke Pejabat Barang dan Jasa di Setda.
“Monggo, konfirmasi saja ke PBJ di kantor Setda, nanti tanya bagian PBJ di lantai 2,” balas Ary Suhartono singkat.
Menanggapi hal ini, Dr. Mayadina Rohmi Musfiroh, MA, Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi atau FITRA Jateng, menjelaskan bahwa pemecahan anggaran yang dilakukan untuk menghindari pelelangan merupakan pelanggaran sesuai Perpres 54/2010 sebagaimana diubah dengan Perpres 4/2015.
“Dalam Pasal 24 ayat 3 huruf c, dinyatakan bahwa PA (Pengguna Anggaran) dilarang memecah pengadaan barang/jasa menjadi beberapa paket untuk menghindari pelelangan. Pemecahan paket yang tidak wajar seperti ini harus diklarifikasi,” tegas Dr. Mayadina.
FITRA Jateng mendorong Pemerintah Daerah Blora untuk memberikan klarifikasi dan transparansi terkait pengadaan anggaran.
“Kami mendesak Pemda untuk menjelaskan kebijakan pengadaan mereka secara terbuka. Transparansi sangat penting untuk menghindari kecurigaan dan pemborosan anggaran negara di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Keterbukaan informasi bukan hanya hak rakyat tetapi juga kewajiban pemerintah daerah,” pungkasnya. (Dj)