fbpx

PESONA KRACAKAN YANG BERUBAH MENJADI DERAI KELUH WARGA PENCARI IKAN

PESONA KRACAKAN YANG BERUBAH MENJADI DERAI KELUH WARGA PENCARI IKAN
Warga pencari ikan di Bengawan Solo menunjukkan kondisi air.

Blora – Kondisi tercemarnya air sungai Bengawan Solo yang diduga diakibatkan limbah ciu akhirnya menciptakan derai keluhan dari warga pencari ikan. 

Salah satunya berada di wilayah tempat wisata alternatif dadakan, Kracakan Watu Gong, Desa Ngloram, Kabupaten Blora yang mana pemandangannya bak air terjun Niagara jika musim kemarau panjang tiba. 

Sukimin, salah seorang pencari ikan warga Ngloram saat ditemui Bloranews.com di sungai mengatakan, akibat tercemarnya air Sungai Bengawan Solo dirinya tak mempunyai penghasilan.

“Sekarang ya kering (nihil penghasilan), Kondisi ikannya enggak banyak, sudah pada mati semua, tercemar semua. Sebelumnya mau mencari ikan ya gampang,” keluh Sukimin, Minggu (12/09). 

Sebagai orang yang menggantungkan hidup di sungai, Sukimin mengungkapkan dalam sehari saat keadaan normal dia mampu meraup pendapatan dari mulai 100 ribu hingga 150 ribu rupiah. 

“Kalau hari-hari biasa penghasilan dari mencari ikan di Bengawan Solo ya ada kadang 100 ribu sampai 150 ribu, itu sebelum air tercemar,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Desa Ngloram, Diro Beni Susanto mengaku merasa dirugikan atas kondisi sungai yang tercemar, karena banyak warga Ngloram saat ini bergantung mata pencahariannya bergantung pada mencari ikan di wilayah ini. 

“Secara pribadi maupun pemangku wilayah ini sangat merugikan, termasuk lahan pertanian yang ada di ngloram ini yang notabene menggunakan air bengawan solo sebagai sarana pertanian, itu juga ikut tercemar,” kata Diro. 

Dirinya menghimbau dan memohon kepada pihak terkait lebih sadar mawas lingkungan. Dengan pencemaran ini, pasti akan merugikan lingkungan mulai dari hulu sampai hilir. Apalagi yang berdomisili di wilayah Bengawan Solo. 

“Pemerintah harus lebih gencar lagi melakukan pembekalan, pemberitahuan ke industri yang membuang limbah di bengawan solo, termasuk orang-orang yang membuang sampah, Karena lingkungan ini kedepan jauh lebih penting untuk kehidupan generasi yang akan mendatang,” tambahnya.

Menurutnya, kondisi air saat ini begitu memasuki musim kemarau sudah berlangsung satu bulan yang lalu, namun air kembali coklat pekat kehitaman. 

“Saat ini belum berbuih, tapi biasanya berbuih. Tapi dengan adanya pencemaran ini, pladu (ikan mabuk-red) hampir terjadi setiap minggu,” pungkasnya. (Spt)