Blora – Pembunuhan sejumlah petinggi negara yang terjadi pada akhir September 1965 memunculkan dugaan bahwa PKI bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Konflik politik segitiga antara PKI-NU-PNI membuat partai komunis semakin tersudut. Militer, pihak yang berada di luar pertarungan ideologi tiga partai besar tersebut berusaha meredam suasana pasca penculikan dan pembunuhan para jenderal.
Operasi penumpasan PKI pun dimulai. Tidak hanya di ibukota, tetapi juga di banyak daerah di tanah air. Blora sebagai lumbung suara partai komunis tersebut menjadi salah satu daerah operasi penumpasan yang memakan banyak korban jiwa. Berikut ini kronologi penumpasan PKI yang terjadi di Blora, dari penumpasan sporadis sampai penumpasan terorganisir.
- Tanggal 4 Oktober 1965, militer menemukan kuburan para jenderal yang diculik dan dibunuh.
- Tanggal 5 Oktober 1965, jenazah para jenderal kembali dikuburkan.
- Tanggal 26 Oktober 1965, diberlakukan status Darurat Militer (SOB) oleh Pangdam VII Diponegoro
- Screening / pemeriksaan dilakukan kepada para anggota Hansip Bamunas. Hal ini dilakukan untuk memastikan Hansip Bamunas “bersih” dari anggota PKI.
- Hansip Bamunas adalah satuan pertahanan sipil yang dibentuk oleh para pengusaha swasta.
- Awal November 1965 Hansip Bamunas dijadikan sebagai Badan Pembantu oleh Kodim 0721 Blora dan berhak menggunakan senjata dalam melaksanakan tugasnya.
- 10 November 1965 dilaksanakan briefing / pengarahan singkat oleh militer kepada masyarakat. Briefing diselenggarakan di Gedung Rajawali (sekarang Gedung Sasana Bhakti) Blora.
- Sebelum briefing selesai, massa yang terbakar amarah menumpahkan kemarahannya dengan menyebar ke jalan Pemuda dan jalan Mr. Iskandar.
- Massa ini kemudian melakukan perusakan-perusakan di toko-toko milik etnis Tionghoa dan para anggota PKI.
- Toko milik Kuan menjadi sasaran masa yang menyebar di jalan pemuda (Toko Kuan dulu berada di sebelah timur kantor Setda Blora)
- Massa yang menyebar di jalan Mr. Iskandar merusak dan mengeluarkan barang-barang dagangan Toko Ijo.
- Menurut narasumber “Tanah Berdarah di Bumi Merdeka” aksi massa ini telah direncanakan pada malam hari sebelum briefing. Narasumber tersebut juga menceritakan bahwa telah disiapkan minyak tanah oleh massa yang merencanakan aksi.
- Tanggal 11 November 1965 aksi massa meluas sampai ke kecamatan Tunjungan. Korban-korban dalam aksi massa di Tunjungan adalah Patmo (simpatisan PKI) warga desa Tutup, Nyah Jhoe (anggota Bapperki), Prapto (Simpatisan PKI) warga Blingi desa Sukorejo.
- Di kecamatan Ngawen, seorang guru desa bernama Kardi menjadi korban aksi massa pada peristiwa itu.
- Aksi massa ini membuat Dandim 0721 Blora saat itu, Mayor Infanteri Srinardi mengambil langkah-langkah meredam kemarahan massa tersebut.
- Masyarakat sipil kemudian diorganisir dalam satuan yang bernama Hanra (Pertahanan Rakyat) Garuda Pancasila.
- Unsur-unsur politik dan ormas dilibatkan untuk memperkuat Hanra Garuda Pancasila, dari unsur politik bergabung para pemuda PNI dan pemuda NU (Banser Pemuda Ansor) dan dari unsur ormas bergabung Pemuda Muhammadiyah.
- Tiga unsur ini, Hansip Bamunas-Hanra Garuda Pancasila-Militer melakukan pembersihan terhadap simpatisan PKI di Blora.
- Sampai bulan Maret 1967 tiga unsur tersebut masih melakukan pembersihan sisa-sisa anggota PKI di Blora, salah satunya di Padepokan Suro Nginggil kecamatan Kradenan.
Editor : Sahal Mamur
Foto : Lampiran buku Tanah Berdarah di Bumi Merdeka
Sumber : Buku Tanah Berdarah di Bumi Merdeka oleh Dalhar Muhammadun (2004)