Blora (30.06.2016)Ramadhan telah mencapai di minggu terakhir, secara spiritual minggu terakhir ini dipercaya merupakan hari-hari pernyataan janji Tuhan akan pembebasan dari siksa dan kemurkaan-Nya.
Ironisnya secara sosial janji Tuhan tentang pembebasan ini tidak lagi menarik bagi sebagian besar manusia, kita lebih tertarik membahas hiruk pikuk menyambut lebaran dengan berbagai pendekatan hedonis. Sebagian besar, saat ini kita sangat tertarik membicarakan tentang ragam pernak-pernik lebaran yang harus dibeli atau jumlah tunjangan lebaran yang akan diterima.
Kabupaten Blora, dalam rilis Blora Dalam Angka 2015 menggambarkan situasi kemiskinan yang memperihatinkan. Tercatat dari enam belas kecamatan terdapat tujuh kecamatan yang memiliki prosentase kesejahteraan antara 60% – 74%, empat kecamatan memiliki prosentase kesejahteraan antara 50% – 54% dan lima kecamatan dengan tingkat kesejahteraan dibawah 50%. Angka-angka tersebut tidak hanya sebatas kajian global belaka, melainkan benar-benar terjadi dan memanggil kesadaran kita untuk peduli.
Berbagai kelompok masyarakat berusaha untuk menyampaikan pesan-pesan kepedulian kepada para pengambil kebijakan agar segera merespon situasi yang ada. Sayangnya, suara-suara kelompok masyarakat ini direspon secara lambat atau bahkan cukup “ditampung” sebagai saran yang entah kapan akan ditindaklanjuti.
Tidak sulit menemui wajah kemiskinan Kabupaten Blora. Cukup dengan keluar dan melihat di sekeliling kita, maka potret-potret kemiskinan akan tampak jelas dan nyata. Secara langsung, kita dapat menilai apakah agenda-agenda peningkatan ekonomi masyarakat telah dilakukan ataukah agenda tersebut hanya menjadi jargon belaka.
Dengan rendah hati, harusnya kita semua belajar dari adik-adik kita dari berbagai komunitas muda yang dalam beberapa hari terakhir ini berjibaku menggalang dana untuk membantu sebisa mereka kepada mereka yang terlupakan oleh para pegambil kebijakan kota Mustika. [.]
Penulis : Ajir SH.I
Foto : Blora news
Sumber : Analisis Divisi Litbang Bloranews.com