Pada tahun 1911, ajaran Samin mulai masuk ke wilayah Kabupaten Grobogan. Diantaranya di desa Banjarlor, Kedungturi, Kalanglundo. Semua desa ini termasuk wilayah Kradènan yang berbatasan dengan Kabupaten Blora.
Ajaran ini diketahui disebarkan oleh Surohidin (menantu Samin Surosentiko), dan karena letaknya yang jauh, banyak murid dari desa tersebut menyeberang perbatasan untuk menemui Surohidin secara langsung atau melalui seorang yang ditunjuk langsung oleh Surohidin.
Tampaknya, penyebaran ajaran Samin ke wilayah Kradenan, Grobogan, berlangsung dari tangan kedua atau ketiga. Kesimpulan ini diperoleh ketika di tahun 1914, J. A. Jasper (Asisten Residen Tuban) melakukan investigasi di wilayah ini secara langsung. Keterangan yang diperoleh dari murid asli Samin Soerontiko, Djojodikromo, desa Berukudon, menyebutnya sebagai: “di turunaken“, atau diturunkan; diterjemahkan. Bahwa di Grobogan, ajaran menyebar secara tidak merata dan pokok-pokok ajarannya tidak menyeluruh tersampaikan.
Sementara itu, di bagian utara wilayah kabupaten Grobogan, penyebaran faham Samin dilakukan oleh Pak Ekrak dari dusun Mergolilo desa Kajengan (Todanan, Blora). Sepintas namanya mengingatkan dengan Pak Engkrek dari Klopoduwur. Tetapi ini adalah Pak Ekrak, satu-satunya tokoh terkuat gerakan Samin dari Todanan. Pak Ekrak adalah seorang murid langsung Surosentiko yang disegani penduduk desa, walaupun tidak setenar Surohidin, dia berperan besar menyebarkan ajaran Samin di desa-desa bagian utara Kabupaten Grobogan.
Ajarannya pertama kali masuk ke desa Babadan atau di bagian utara dekat dengan pusat kota Kabupaten. Pak Ekrak dikenal di wilayah desa ini karena sering didapati mengajarkan Saminisme di wilayah perbatasan Pati.
Pada tahun 1914 terdapat aturan baru Pemerintah Belanda yang memacu pendukung Samin untuk melawannya dengan perlawanan pasif yang lebih jelas. Pajak yang harus dibayar terhadap kepemilikan tanah dan sawah mengalami peningkatan, sehingga kaum Samin mudah untuk menarik simpati warga desa agar bergabung dengan mereka. Seorang kamituwo Lebengjumok, Grobogan, yang bernama Tronodrono alias Diman, murid Pak Tumpuk dari Todanan dan berhubungan langsung dengan Pak Ekrak, atas restu Pak Engkrak, menjadi ketua dari para pengikutnya yang menyebar di desa Lebengjumok, desa Pondok, Ngrumpeng dan Babadan. Ajaran Samin semakin berkembang di wilayah utara Kabupaten Grobogan setelah ajaran yang di bawa mantan Lurah Sendangredjo (Kradènan, Grobogan), murid Surohidin, segera bergabung dengan pengikut Samin yang ada.
Sebagaimana diketahui, Samin Surosentiko telah ditangkap Belanda satu hari sebelum deklarasi “Ratu Adil”-nya di tanggal 1 Maret 1907.
Bukannya mereda, Saminisme justru semakin banyak dan melakukan sebuah gerakan yang dinamakan gerakan Samin. Bukan hanya di wilayah Kabupaten Blora, gerakan ini meluas sampai Kabupaten Bojonegoro, Ngawi, Madiun, Grobogan, Kudus, Pati dan Rembang. Bagi Belanda sendiri, sebenarnya tidak mudah untuk menemukan kesalahan dari sikap jujur Samin Surosentiko yang akhirnya harus dibuang ke Sumatra. Tetapi bagaimanapun juga, dengan alasan ini akhirnya pihak Belanda segera menjatuhkan vonisnya.
“Gerakan (Samin), boleh dikata adalah salah satu penyimpangan sebuah ajaran spiritual endemik Jawa yang paling tidak berbahaya, tetapi mengajarkan lagi kepada kita bahwa masih ada kepercayaan terpendam dan tak terbendung di desa-desa. Para pencetus sempurnanya sistem politik dan sosial (red: Ratu Adil) ini, harus segera ditemukan dengan menetralisirnya dan menghilangkan pengaruh mereka”.
Tentang penulis: Totok Supriyanto adalah pemerhati sejarah dan budaya.
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com