fbpx
OPINI  

MENYOAL MODERASI BERAGAMA, ANCAMAN ATAUKAH PENGUATAN?

Program Moderasi Beragama terus digalakkan oleh pemerintah dan masuk dalam program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Program moderasi beragama ini pula telah dijadikan Rencana strategis  (renstra) pembangunan di bidang keagamaan lima tahun mendatang. 

Baru-baru ini, Yayasan Suroya Edukasi  bekerja sama dengan direktorat  Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama menggelar  Seminar  Moderasi Beragama Bagi Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Kabupaten  Blora.

Imam Ali Bashori, Ketua Yayasan Suroya Edukasi memaparkan , seminar bertajuk Moderasi Beragama ini mengusung tema “Moderasi  Beragama  dan Masa Depan  Pendidikan”. 

Lebih lanjut  Imam Al Bashori menyampaikan bahwa di Negara plural seperti  Indonesia, Moderasi  Beragama menjadi penting untuk dibahas dan diterapkan. Termasuk di lingkungan pendidikan. Mengingat masih maraknya kaum ekstrimis yang berorientasi untuk merongrong ideologi  Pancasila. 

Senada dengan Imam, Kepala Kantor Kementerian agama  kabupaten  Blora , M Kafit juga menjelaskan bahwa guru PAI meski mempelajari dan mengajarkan kepada terdidik  ihwal moderasi beragama, mereka juga wajib mengajar sesuai ketentuan, kurikulum serta aturan yang berlaku. Diantaranya mengajarkan Islam tawasuth atau moderat. Kurikulum merdeka bukan berarti bebas mengajar apapun atau malah bebas tidak mengajar. 

Ya, saat ini narasi lawan radikalisme, ekstrimisme dan terorisme memang  terus digencarkan. Akibatnya, Islamophobia semakin menguat  menjangkit kaum muslimin terutama kalangan pemuda.

Senada agenda ‘war on terorism and radikalism’, pemerintah menderaskan pula program moderasi beragama, dengan harapan kaum pemuda tidak terpapar oleh ajaran radikal,  pemahaman  ekstrim  ‘menyesatkan’ dan menjadi generasi yang moderat. Dengan moderasi beragama, mereka  diarahkan menjadi generasi moderat yang cerdas, tetap religius, dan humanis.  

Padahal jika kita mau jujur, semakin menguatnya  praktik moderasi beragama di sekolah, terlebih juga kurikulum merdeka telah memangkas jam pelajaran agama dari 3 jam menjadi 2 jam, ini justru membuat generasi muda kita semakin kehilangan arah. Ironisnya,  kaum muda saat ini  lebih memilih berkiblat pada gaya hidup sekuler barat yang penuh hedonisme, liberalisme, dan yang pasti jauh dari nilai-nilai agama Islam. 

Fenomena saat ini,  generasi cerdas hanya dibanggakan saat nilai atau angka prestasinya tinggi di atas kertas. Namun sayangnya di lapangan, tidak sedikit mereka yang nilainya tinggi ternyata tidak paralel dengan akhlak dan perilakunya yang baik namun justru mengarah pada perilaku liberal dan amoral. 

Pun generasi religius saat ini dimaknai mereka boleh rajin sholat, fasih berbahasa arab dan pintar membaca AlQur’an namun disisi lain mereka pun rajin pacaran, gemar dugeman, dan asik jogetan. Bahkan berbagai kasus kenakalan  remaja, kriminalitas, kecanduan narkoba, pergaulan bebas pun menjadi deretan prestasi dosa yang terus ditorehkan oleh remaja. 

Akibatnya tanpa mereka sadari, mereka justru mengadopsi pemikiran sekuler yakni memisahkan agama dari kehidupan. Dengan perlahan tapi pasti mereka menjadi pemuda yang  kehilangan identitasnya sebagai muslim sejati, dan justru menjadi generasi pengusung nilai nilai Barat toleransi,  sekulerisme, pruralisme, liberalisme. 

Inilah bahaya dari moderasi beragama yang justru melemahkan akidah pemuda. Karena islam bukanlah ajaran sebatas sholat, puasa, rajin ngaji dan gemar shodaqah saja. Namun Islam adalah ajaran yang sempurna,  mengatur  seluruh aturan kehidupan manusia dari bangun tidur hingga mau tidur kembali, urusan kehidupan keluarga hingga urusan negara. Mentaati seluruh perintahNya dan menjauhi seluruh laranganNya bukanlah bentuk radikal dalam beragama, namun itulah perwujudan keimanan seseorang dalam menerima syariat sang Pencipta. 

Dengan demikian, program moderasi  beragama pada hakikatnya justru menjauhkan pemuda dari identitas sejatinya generasi  pejuang agama. Moderasi  beragama sangat berbahaya  dan perlu  mereka sadari bahwa inilah  tipu daya Barat yang hakikatnya  takut akan kebangkitan Cahaya Islam lewat  tangan pemuda.

Hal tersebut juga membuktikan bahwa ajaran Islam yang kaffah bukanlah ajaran radikal yang berbahaya namun moderasi beragama lah yang seharusnya  diwaspadai dan dihindari. Karena moderasi beragama justru menghalangi pemuda dalam memahami Islam dengan pemahaman pemahaman yang menyeluruh tentang seluruh aturan kehidupan (kaffah).

Jadi semakin jelas bahwa  moderasi beragama sebetulnya alat Barat untuk mengarahkan pemuda Islam agar jauh dari Islam, ini sangat berbahaya bagi akidah, mereka tidak menginginkan  pemuda Islam menjadi pemuda pembangun peradaban, tumpuan masa depan. Sebab, jika ini terjadi tentu menjadi ancaman bagi kekuatan ideologi Barat, kapitalisme yang ingin selalu mencengkeram negeri negeri Muslim dengan ideologi kapitalismenya. 

Untuk itu, jangan sampai pemuda muslim dibajak potensinya, dan malah  diarahkan menjadi  pemuda berIslam moderat yang tentunya dengan langkah ini hanya dimanfaatkan oleh Barat untuk mengamankan posisi barat ‘ideologi  kapitalis’.

Tentang Penulis : Ulfatun Ni’mah adalah pengajar di Cepu Kabupaten Blora.

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.