Blora – Kecintaannya terhadap dunia tari membawa Negro Plangton Firdaaus membawanya meraih segudang prestasi. Mulai Putera Puteri Tari Indonesia 2021, juara 1 Dance Cardinal Artcultur, juara 1 tari kerakyatan, juara 2 FLS2N tari kreasi, koreografer Barong Blora terbaik, penyaji seni tater terbaik Se-DIY, Jateng dan Jatim.
Pemuda asal Kelurahan Bangkle, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora ini memang hoby menari. Naik turun pangung di berbagai daerah. Menurutnya, Saat menari, jiwanya belajar menyatakan emosi dan perasaan. Raganya belajar bergerak lembut penuh ketegasan. Sebab menari adalah Bakatnya dan Seni adalah dunianya.
Menari memang bukan hal baru bagi anak ke 4 dari 5 bersaudara ini. Sejak masih dibangku sekolah dasar sudah berkecimpung di dunia tari. Bahkan saat ini sudah menguasai semua tarian seluruh nusantara. Beberapa diantaranya Tari Barongan Blora, Ganongan, Reog Ponorogo, ledek, tari kreasi tradisional, modern dan lainnya.
Selain itu, dia mengaku, sudah berkeliling seluruh pulau jawa untuk tampil menari. Pernah juga nyambut mentri perdagangan, Jambore Daerah. Lomba antar provinsi dan lainnya.
“Prinsipnya, bukanlah ambisi. Tapi saya merupakan generasi muda yang harus bisa mengejar mimpi. Apalagi ini salah satu passion saya banget di bidang seni tari khususnya,” ungkapnya.
Putra dari pasangan Sucahyo Panili dan Sugiyarti ini bermimpi, terus bisa membanggakan Kabupaten Blora dengan prestasi yang membanggakan di kancah nasional maupun internasional. Bahkan dia sudah mengantongi 35 piagam penghargaan tari baik tingkat kabupaten hingga tingkat nasional.
“Tari ini secara mandiri, bayar sendiri dan ragat sendiri,” katanya.
Lulusan SMA 2 Blora ini menegaskan, tidak tahu seperti apa kesenian tari kedepannya. Namun yang pasti, sudah ada rasa cinta akan seni budaya Indonesia sekarang dan selamanya.
“Ayah dan ibu selalu mendukung apa yang saya lakukan untuk membuat dunia kesenian Indonesia maju dan jaya,” ungkapnya.
Negro juga mengajak generasi milenial untuk cinta dunia seni.
“Jangan pernah melupakan seni dan budaya. Karena Indonesia tanpa seni dan budaya bagai sayur tanpa garam,” tegasnya.
Sebagai orang Jawa, dia bangga memiliki adat dan budaya yang tiada duanya. Di mana setiap cara penyampaiannya berbeda akan tetapi tetap satu jua. Menurutnya, filosofi ‘nguri-uri budaya Jawi kanthi tekaning pati’ memang benar dan harus diugemi. Yaitu harus melestarikan budaya harus sampai ajal kita menjemput. Sebab seni tidak akan ada habisnya.
“Sampai sekarang saya tidak terbayang ke depannya seperti apa. Namun, hingga saat ini saya berusaha membangun impian yang tentunya baik untuk para penari sehingga suatu hari, dunia tari itu memiliki masa depan yang baik seperti profesi lainnya,” tambahnya.
Menurutnya, menari adalah warisan leluhur yang terus dutekuni. “Saat menari, jiwaku belajar menyatakan emosi dan perasaan. Ragaku belajar bergerak lembut penuh ketegasan,” imbuhnya.
Terlepas dari apapun, dengan menari dia bisa menjadi diri sendiri. “Menari adalah Bakatku, Seni adalah Duniaku,” tegasnya. (sub).