MENGENAL KENTRUNG BLORA

kentrung blora
Yanuri Sutrisno tengah menyampaikan lakon dalam penampilan Kentrung di sebuah desa di Blora
kentrung blora
Yanuri Sutrisno tengah menyampaikan lakon dalam penampilan Kentrung di sebuah desa di Blora

Banjarejo- Kentrung merupakan salah satu kesenian yang langka di Blora. Hal ini tampak dari para pemelihara kesenian kentrung yang kian hari kian habis. Salah satu pelestari kesenian Kentrung adalah Muhammad Yanuri Sutrisno, seniman paruh baya dari desa Sendanggayam kecamatan Banjarejo.

Menurut sejumlah sumber yang ada, kesenian Kentrung diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Muhammad Yanuri Sutrisno mendapatkan ketrampilan bermain Kentrung dari ayahnya, Sutrisno. Dibutuhkan setidaknya tiga ketrampilan dalam memainkan sebuah lakon kentrung, ketrampilan memainkan rebana, ketrampilan retorika panggung dan kemampuan penghayatan lakon.

Kentrung merupakan sebi bercerita dengan iringan alat musik rebana. Cerita yang disajikan adalah cerita-cerita bernafaskan keislaman seperti cerita para nabi dan ulama sufi pada masa lalu serta kisah penyebaran agama islam. Salah satu lakon populer dalam pementasan Kentrung adalah kisah kelahiran nabi Ibrahim. Lakon ini biasa dimainkan dalam acara pupak puser atau syukuran selamatan atas kelahiran.

Durasi lakon Kentrung cenderung fleksibel, menyesuaikan situasi yang ada. Lazimnya, sebuah lakon kentrung akan selesai dimainkan dalam tiga jam atau kurang. Dalam sebuah lakon, tak jarang sang pemain Kentrung akan menyajikan nasehat-nasehat dengan bahasa dan olah kata yang menghibur.

Olah kata yang disajikan oleh pemain Kentrung menggunakan Wangsalan dan Parikan. Wangsalan adalah semacam teka-teki yang tebakannya telah disampaikan secara tersirat. Contonya adalah Kukus Gantung, tak sawang sajake bingung (Kukus Gantung artinya Sawang : sarang laba-laba). Sawang dalam makna Kukus gantung adalah homonim dengan sawang dalam makna melihat.

Sedangkan parikan adalah semacam pantun jawa. Contoh parikan Teklek kecemplung kalen, tinimbang golek aluwung balen. Dua jenis retorika ini menjadi pelengkap semaraknya pementasan kentrung, yang kini makin lama makin langka [.]

Editor  : Sahal Mamur

Foto     : Koleksi Ono Tenan

*Dari berbagai sumber.