Media sedang gencar memberitakan resesi ekonomi Indonesia usai Kepala Badan Pusat Statistik, Suhariyanto dalam siaran persnya merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia Triwulan II Tahun 2020. Dalam siaran pers tersebut disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia untuk Triwulan II Tahun 2020 terhadap Triwulan II Tahun 2019 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen (y-on-y).
Angka minus yang sangat tinggi bahkan jauh dari ekspektasi Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia Triwulan II Tahun 2020 terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 4,19 persen (q-on-q).
Hal ini merupakan bukti nyata pandemi Covid-19 ‘berhasil’ mengguncang perekonomian Indonesia. Bagaimana tidak, masuknya virus Covid-19 di Indonesia melumpuhkan semua aktivitas yang ada, termasuk aktivitas perekonomian.
Tidak hanya itu, perusahaan-perusahaan yang tidak mampu bertahan lebih memilih untuk mem-PHK-kan karyawannya atau justru memilih untuk gulung tikar dan ‘angkat tangan’ dengan kondisi yang ada.
Kontraksi Pertama Sejak Kuartal I Tahun 1999
Melacak pada pertumbuhan ekonomi triwulanan Indonesia, kontraksi pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini merupakan kontraksi terdalam sejak Kuartal I Tahun 1999. Kontraksi pertumbuhan ekonomi pada masa itu mencapai 6,13 persen, namun setelahnya Indonesia selalu mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif. Dilihat dari pertumbuhan ekonomi year on year, lapangan usaha yang paling terpukul dengan kontraksi saat ini adalah Transportasi dan Pergudangan sebesar 30,84 persen. Sektor ini sangat terpukul dikarenakan beberapa kebijakan pemerintah yang disesuaikan dengan kondisi pandemi ini, di antaranya seperti kebijakan bekerja dari rumah (work from home) dan belajar dari rumah sebagai bentuk upaya mencegah penularan Covid-19.
Selain itu, kebijakan pelarangan mudik pada hari raya Idul Fitri juga semakin memperpuruk arus ekonomi sektor transportasi, ditambah adanya penurunan aktivitas kargo pada masa pandemi ini. Moda transportasi udara merupakan moda yang paling terdampak dimana pertumbuhan ekonominya terperosok hingga minus 80,23 persen disusul moda transportasi rel dengan pertumbuhan ekonominya minus 63,75 persen. Penurunan tajam yang dialami sektor tersebut lantas bukan berarti diartikan dengan kurang tepatnya kebijakan yang diambil pemerintah.
Pandemi Covid-19 memang membuat pemerintah cukup kesulitan dalam mengambil kebijakan. Pemerintah ‘dipaksa’ untuk memilih antara kesehatan rakyatnya atau perekonomian yang dapat berjalan normal. Kedua hal tersebut tentunya merupakan pilihan sulit karena keduanya merupakan hal yang berkesinambungan. Namun sepertinya pemerintah merasa saat ini kedua hal tersebut harus berjalan beriringan.
Membatasi ruang gerak masyarakat untuk tetap di rumah hingga pandemi yang entah sampai kapan usai tentunya akan membuat perekonomian Indonesia hancur. Oleh karena itu kini pemerintah mulai menerapkan era new normal.
Menaruh Harapan di Masa Pandemi
Adanya tatanan hidup baru yang mengatur gerak masyarakat agar tetap beraktivitas menjadi titik harapan untuk menggerakkan seluruh sektor perekonomian di Indonesia.
Tentunya tidak ada yang menginginkan pertumbuhan ekonomi negatif ini berlanjut, apalagi untuk ‘berjalan bersama’ dengan kondisi resesi. Mulai dibukanya mall, restoran, dan tempat wisata merupakan suatu upaya pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional mencatat daya beli masyarakat Indonesia hilang sekitar 362 triliun rupiah akibat tekanan virus pandemi corona.
Pemerintah masih menaruh sikap optimis pertumbuhan ekonomi dapat pulih di kuartal III tahun ini di angka 1 persen. Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah adalah memberikan bantuan ke Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai bentuk stimulus untuk mendorong kembali usaha-usaha yang terpukul akibat pandemi Covid-19 agar dapat beroperasi kembali. Kebijakan tersebut merupakan usaha pemerintah untuk menggenjot kembali pertumbuhan ekonomi Indonesia agar terbebas dari bayang resesi.
Tentang penulis : Wantutriyani, S.Tr.Stat.
Statistisi pada Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta.
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com