BLORANEWS – Jelang Peringatan Hari Jadi Blora ke-273, masih banyak PR Blora yang harus dituntaskan terutama masalah pengentasan kemiskinan. Pasalnya, kota yang dianugerahi kekayaan alam minyak bumi dan hutan jati yang melimpah justru menempati peringkat kemiskinan urutan ke 22 (nasional) yaitu sebesar 12,39 persen. Ironisnya, Blora juga masuk kategori kota dengan tingkat kemiskinan tertinggi dan masuk zona merah. (11/12/2021)
Tercatat, Indeks kedalaman kemiskinan (P1) Kabupaten Blora tahun 2021 sebesar 1,82 dan indek keparahan kemiskinan (P2) sebesar 0,40 masing masing meningkat 0,43 dan 0,19 dari tahun 2020.
Meningkatnya angka kemiskinan di Blora tentu menjadi pertanyaan dari banyak pihak. Mengapa kemiskinan semakin meningkat? Padahal selama ini pemkab Blora sudah melakukan berbagai upaya untuk mengentaskan kemiskinan, antara lain; Pertama, perkuatan program langsung menyentuh masyarakat seperti RTLH, listrik murah, sembako murah dan padat karya. Kedua, kolaborasi intervensi dan validasi data untuk mencapai ketepatan sasaran. Ketiga, pelibatkan Corporate Social Responsiblilty (CSR) untuk penanggulangan kemiskinan dan yang ke empat Pemberdayaan dan pendampingan masyarakat miskin produktif untuk berkembang. (25/4/2022)
Sejauh ini langkah pemulihan ekonomi yang terus diupayakan pemkab Blora memang belum menampakkan hasil yang signifikan. Angka kemiskinan yang semakin meningkat dan beban rakyat yang kian berat tentu menjadi keprihatinan tersendiri. Nahasnya, pusaran kemiskinan tidak hanya menimpa wilayah Blora saja, namun beberapa kota di Indonesia mengalami nasib serupa. lantas langkah jitu apa lagi agar kemiskinan teratasi dengan efektif dan penderitaan rakyat segera sirna.
Penyebab Kemiskinan di Blora
Sebelum jauh berbicara langkah jitu pengentasan kemiskinan, ada baiknya mencermati penyebab kemiskinan itu sendiri. Ibarat dokter yang akan mengobati pasiennya, tentu harus teliti saat mengobservasi, mendeteksi dan mengobati pasiennya, sehingga obat yang akan diberikan tepat sasaran bukan sekedar mengobati gejalanya saja. Pun masalah kemiskinan, kita perlu memahami permasalahan mendasar penyebab kemiskinan. Dengan demikian, solusi yang diambil bukan bersifat tambal sulam, namun memang disusun dengan langkah yang tepat dan terukur menuju masyarakat makmur sejahtera.
Berikut hasil rangkuman yang disarikan dari pendapat para ahli mengenai sebab-sebab kemiskinan secara garis besar ada tiga sebab, antara lain:
Pertama, kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang, misalnya keterbatasan fisik/mental (cacat bawaan lahir), tubuh lemah pesakitan, usia renta sehingga tidak mampu bekerja, dan lain lain.
Kedua, kemiskinan kultural yaitu kemiskinan karena rendahnya kualitas SDM akibat kultur masyarakat tertentu, misalnya rasa malas tidak produktif, bergantung pada harta warisan dan lain lain.
Ketiga, kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kesalahan sistem yang digunakan negara dalam mengatur urusan rakyat.
Mencermati ketiga penyebab utama kemiskinan di atas, dapat dilihat bahwa kemiskinan yang mendera masyarakat Indonesia adalah imbas dari kemiskinan struktural, di mana pengaruhnya paling besar dan paling luas dampaknya dirasakan oleh masyarakat Indonesia.
Buktinya saat ini keterpurukan ekonomi Indonesia tidak lepas dari bagaimana pemangku kekuasaan menjalankan amanah dalam pengelolaan negara. Penguasa dalam sistem kapitalisme bukan lagi pelayan rakyat namun mereka pelayan korporat, pun dalam sistem yang bernafas sekularis ini, kepentingan korporat lebih utama dibandingkan kepentingan rakyat. Akibatnya, dari kesalahan dalam pengelolaan urusan negara, Indonesia menjadi negara miskin. Dilansir dari laman Data worldpopulationreview.com menempatkan Indonesia dalam daftar 100 negara paling miskin di dunia.
Dengan kata lain, kemiskinan yang menimpa Blora dan seluruh wilayah bagian Indonesia adalah buah penerapan sistem kaitalisme yang selama ini diterapkan. Sistem ini telah mengarahkan para pemangku negeri ini berlepas tangan atas urusan rakyatnya. negara kehilangan fungsi utamanya, lahir banyak NGO (nongovernmental organization). pemerintah mengadopsi reinventing government. Negara hanya berperan dalam fungsi pengawasan dan penegakan hukum semata.
Alhasil berlaku kompetisi kejam hukum rimba, siapa yang kuat maka dia yang menang dan mampu bertahan. Ironisnya lagi bertambah hari bertambah pula kado pahit yang diberikan oleh negara di tengah penderitaan rakyat yang mendera. Rakyat dibiarkan mandiri berjuang dalam memenuhi segala kebutuhan. Bahkan Pameo ‘orang miskin tidak boleh sakit’ sangat menyakitkan hati nurani di tengah minimnya empati.
Program Pengentasan Kemiskinan ala Sistem Kapitalis
Bank Dunia merilis laporan bertajuk “Aspiring Indonesia, Expanding The Middle Class” yang menyebutkan bahwa 115 juta masyarakat Indonesia dinilai rentan miskin. Ini artinya sebanyak 45% penduduk Indonesia belum mencapai pendapatan yang aman dan masyarakat dalam kategori rentan miskin ini sangat berpotensi kembali miskin hanya dengan kebijakan yang memukul sendi perekonomian.
Sebagai contoh, kenaikan BBM, tarif listrik, iuran kesehatan yang semakin mahal, sangat mudah sekali menjadikan masyarakat rentan miskin kembali miskin. Hanya dengan perubahan harga kebutuhan pokok pun cepat mempengaruhi kelompok rentan miskin menjadi miskin.
Bahkan kelompok menengah pun ikut terpukul jika ada hantaman kebijakan perekonomian yang berubah. Ini artinya Keterpurukan ekonomi masyarakat Indonesia berimbas pada semua lapisan masyarakat pada umumnya dan Blora pada khususnya.
Kemiskinan laten ini tidak hanya cukup diselesaikan dengan bantuan sosial atau subsidi bagi masyarakat miskin. Langkah ini tentunya tidak efektif, sebab hanya bersifat sementara, dan hanya berpengaruh pada segi peningkatan angka statistik saja. Padahal yang dibutuhkan bukan sekedar utak atik angka kemiskinan saja. Namun realitas sesunguhnya bagiamana tiap individu bisa memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Jikalau bansos habis atau subsidi dicabut maka angka kemiskinan melonjak kembali.
Belum lagi program unggulan dengan mendorong lahirnya UMKM. Jika dicermati, di tengah keran kebebasan pasar global, banyak usaha usaha lokal yang gulung tikar akibat kalah saing dengan perusahaan global baik dari sisi modal, ketersediaan bahan baku, kualitas produksi, dan lain lain. Pengusaha lokal masih kalah jauh mengimbangi pemilik modal besar. Apalagi di tengah lesunya ekonomi dan turunnya daya beli, hadirnya UMKM di tengah situasi ekonomi sulit tidak bisa dijadikan andalan untuk mendongkrak ekonomi negara sebab keberadaan UMKM sudah kalah saing dengan pemain pemain bermodal besar.
Program andalan lainnya juga membuka lapangan pekerjaan yang senyatanya banyak perusahaan yang gulung tikar di tengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Hantaman badai PHK ini menambah angka pengangguran yang sudah tinggi semakin tinggi. akibatnya ketidakmampuan masyarakat semakin besar dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.
Ironisnya, di saat upaya pengentasan kemiskinan digalakkan. Setali tiga uang, biaya pendidikan dan tarikan iuran kesehatan semakin besar dan genjotan pajak semakin mencekik. Alhasil beban rakyat kian berat, dan rakyat tetap terjebak dalam pusaran kemiskinan.
Langkah jitu Blora dan Indonesia Sejahtera
Potensi Indonesia sangatlah besar, negeri yang dikenal zamrud katulistiwa dan kaya akan sumber daya alam ini sudah seharusnya mandiri dalam hal pengaturan ekonomi.
Pun potensi Blora yang sangat banyak sekali. Dari kerajinan jati, minyak dan gas, tanaman padi dan lain sebagainya. Bahkan Blora memiliki komoditas populasi sapi terbesar di Jawa Tengah dan terbesar nomor kedua di tingkat nasional. Potensi potensi yag dimiliki sudah seharusnya menjadikan kota Blora menjadi kota makmur sejahtera.
Apalagi ExxonMobil memastikan Blok Cepu adalah salah satu blok penyumbang minyak terbesar nasional yang bisa menghasilkan minyak mentah 170.000 barel per hari, dan memberikan penghasilan 4 juta dollar AS per hari kepada pemerintah, dengan asumsi harga minyak mentah 35 dollar per barel.
Selain itu, total cadangan minyak di Blok Cepu menurut konsultan dari Amerika mencapai 2 miliar barel, untuk mendapatkannya perlu dilakukan pengeboran lebih dalam. Ini artinya jika kekayaan luar biasa yang dinugerahkan Tuhan yang Maha Kuasa ini dikelola dengan sebaik baiknya sesuai amanat undang undang maka akan mampu memakmurkan rakyat Blora dan sekitarnya.
Namun sayang sungguh sayang, adanya UU liberalisasi migas menjadikan Blok Cepu diserahkan pengelolaannya kepada perusahaan asing Exxon Mobile. Ini artinya hasil dari SDA yang begitu banyak dan melimpah dikeruk habis oleh mereka sementara rakyat hanya menghisap remahannya saja.
Pun pengelolaan hutan beserta kekayaan flora dan fauna yang terkandung di dalamnya sudah semestinya dikelola oleh negara bukan malah memanjakan korporat.
Ya, untuk mengentaskan kemiskinan, negara tidak cukup mendorong individu produktif bekerja, namun negara berperan sebagai regulator harus turut serta mengelola sumber daya alam. Selain itu negara juga harus menunjukkan keberpihakan kepada perkembangan ekonomi yang mementingkan rakyat bukan korporat.
Walhasil, jika negara ini terus dikendalikan oleh oligarki maka selamanya kemiskinan akan menjadi penderitaan yang harus dialami rakyat. Dan kemiskinan laten ini tidak bisa dientaskan kecuali negara berlepas diri dari kendali pemilik modal para kapitalis. Point terpenting juga, sudah semestinya negara tidak menjadikan utang luar negeri dan pajak sebagai sokongan utama pemasukan negara melainkan menjadikan sumber daya alam sebagai sumber pemasukan utama dengan pengelolaan sebaik-baiknya.
Tentang penulis: Ulfa Ni’mah merupakan seorang Pengajar di Cepu dan Pemerhati Masalah Publik
Cepu.
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com