Jalan menuju Kawedanan Randublatung, melalui Kunduran, akan membawa kita untuk tidak jauh dari area Kesongo. Di tahun 1826, saat melakukan pemetaan wilayah hutan Blora, sebuah tim yang dikepalai oleh Asisten Residen Blora, E.F Praetorius menyempatkan dirinya untuk singgah di tempat ini. Lokasi Kesongo dekat dengan wilayah perbatasan, Wiero-sari.
Menurut keterangan di Peta Raffles bertahun 1814, lokasi Kesongo disebut Mendang Kamolan, yang berarti bahwa, Raffles mendapat kabar bahwa ini adalah wilayah bekas kedudukan Raja-raja kuno Jawa.
Tiba di Kesongo, tim survey menemukan, seperti halnya Kuwu, juga seperti yang telah digambarkan di salah satu Koran Batavia saat itu, semburan lumpur yang begitu indah. Sinar matahari yang menyorot tanah yang terdiri dari campuran lumpur keputihan, berkapur dan bagian berkilauan lainnya, terlalu kuat terpantul untuk dilihat mata. Sekilas, dataran ini mirip dengan sisa-sisa reruntuhan gunung berapi. Walau sekelilingnya ada pepohonan yang subur, hampir tidak ada tanaman yang terlihat di sini.
Luapan lumpur, di tengah Kesongo, mengeras oleh hembusan udara, membentuk segala macam bentuk, dan akhirnya, dengan balutan imajinasi yang sangat kuat, dianggap sebagai benteng dan Kedaton atau Kraton Jawa. Hal itu terkonfirmasi saat Jurukunci yang ditemui, menerangkan bahwa Kesongo telah memasuki imajinasi sampai masa Aji Soko, sebagai letak keraton Medang Kamulan. Jurukunci menambahkan, bahwa Kesongo merupakan miniatur dari Kedaton Jogjakarta; perubahan yang ada pada Kesongo dikisahkan berimbas pada keruntuhan Keraton Plered.
Juga dicatat oleh Raffles, saat mengunjungi Kesongo yang baru bergemuruh, dia diramalkan akan segera kehilangan jabatannya.
Dan benar saja, Raffles memang tidak lama memimpin Jawa. Oleh karena itu para pejabat Jawa, memang tidak suka mengunjungi tempat ini.
Lahan Kesongo merupakan lumpur bercampur dengan berbagai jenis batuan dan kristalisasi mineral; antara lain zat arsenik, namun karena pengaruh cuaca, sangat mengubah keadaannya.
Penemuan berbagai mineral yang beragam dan tersebar merata, diperkuat oleh dugaan bahwa bencana alam besar pernah terjadi di lokasi tersebut, yang menurut cerita Jurukunci, dijelaskan dengan penuh unsur kiasan dan kaya mitos. Dikatakan bahwa “Ular besar telah lama melata di bawah tanah Jawa, di bawah Kesongo, lalu seketika membawa dan menyemprotkan air dari laut.”
Tentang penulis: Totok Supriyanto adalah pemerhati sejarah dan budaya.
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com