Media massa atau pers memiliki sejarah yang panjang dalam percaturan kehidupan bermasyarakat (baik secara politik, ekonomi, sosial maupun budaya). Pers pertama kali muncul ketika imperium romawi kuno (59 SM) dan berkembang hingga sekarang. Di Indonesia sendiri pers awal mula lahir pada 7 Agustus 1744, dengan terbitnya surat kabar “Bataviasche Nouvelles en Pollitique Raisonnementen”, yang kemudian menemukan tajinya sekitar tahun 1900-an.
Pada tahun 1907, terbit “Medan Prijaji” di bandung yang dipelopori oleh Tirto Adhi Soerjo, seorang pribumi pertama yang menerbitkan surat kabar. Dengan bernuansa kritik terhadap pemerintah kolonial belanda, Medan Prijaji dianggap sebagai alat pembebasan pribumi dari segala jerat penindasan. Dan semenjak itu, pers dianggap sebagai media independen yang berorientasi menyadarkan dan membebaskan rakyat dari segala bentuk penindasan dengan cara mewartakan tindak-tanduk pemerintah dari segi apapun.
Namun seiring berjalannya waktu, spirit yang dibawa Tirto kian pudar dan pers mulai kehilangan nyawanya. Pers yang pada awalnya merupakan alat pembebasan mendadak berubah menjadi alat kekuasaan. Yang mulanya sebagai controller penguasa bertransformasi menjadi pembangun citra baik penguasa. Dan dari situasi ini muncul sebuah asumsi bahwa; ada semacam perselingkuhan yang dilakukan pers dan penguasa yang implikasinya kian menyengsarakan rakyat.
Di Blorapun yang terjadi demikian. Beberapa media yang hari ini eksis hanya menyoroti dan memblow-up narasi baik tentang pemerintah dan menafikan narasi buruk yang ada. Seolah-olah media dan penguasa hari ini telah berkolaborasi untuk menimbun keuntungan personal tanpa mementingkan nasib rakyat. Narasi soal pembangunan yang lamban, petani yang termiskinkan serta pedagang yang kehilangan pasarnya senantiasa luput dari perhatian awak media. Yang disoroti dan dipublis hanyalah narasi tentang kebaikan pemerintah yang sebenarnya tak penting untuk diblow-up.
Menilik kondisi tersebut, kalimat pamungkas yang pas diutarakan adalah; “lagi-lagi pemerintah berhasil menjinakkan elemen yang dianggap sebagai kolom pengaduan rakyat, dan berjalan kian digdaya dengan aparatur ideologi yang dimilikinya.”
Tentang Penulis : Mohammad Sodikhin Kasravi adalah kontributor Bloranews.com
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com