Kyai Balun merupakan sebutan untuk Pangeran Anom atau Pangeran Panjaringan. Pada cerita sebelumnya disebutkan bahwa pusaka keramat Kadipaten Jipang Panolan yang hilang berhasil ditemukan oleh para pangeran. Para pangeran yang menemukan pusaka tersebut memutuskan untuk tidak kembali ke Panolan. Pangeran-pangeran tersebut memutuskan bermukim di daerah lain (daerah yang dilewati ketika mencari pusaka yang hilang).
Beberapa desa yang dijadikan tempat bermukim para pangeran tersebut adalah Desa Trisinan dan Desa Giyanti. Hal tersebut dilakukan karena para pangeran itu mendengar kabar bahwa sepeninggal mereka mencari pusaka, Pangeran Benawa kurang mendapatkan simpati masyarakat dalam pemerintahannya karena dianggap kurang bijaksana.
Pangeran Giri Kusuma memerintah Pangeran Anom untuk memata-matai Kadipaten Jipang Panolan dari sebelah barat. Untuk melancarkan titah itu Pangeran Anom melepas busana kesatrinya dan berganti pakaian layaknya orang kebanyakan. Busana kesatria Pangeran Anom ditanam di bawah pohon beringin di sebelah timur Desa Giyanti.
Tempat pakaian Pangeran Anom ditanam kemudian disebut dengan nama Desa Ringin Anom. Setelah menanam baju kesatrianya, Pangeran Anom pergi ke arah Barat Laut Panolan dan memutuskan bermukim di Gunung Kedinding. Di tempat tersebut ia bertapa sembari melihat keadaan Kadipaten Jipang Panolan.
Pada suatu ketika Pangeran Anom menginginkan pergi ke arah timur agar dapat lebih dekat mengawasi daerah kekuasaan Pangeran Benawa. Bahkan, ia mengganti namanya menjadi Pangeran Panjaringan. Sesampainya di Desa Balun, sang pangeran bertemu dengan seorang gadis yang menurut penduduk setempat sangat misterius. Gadis tersebut kadang-kadang kelihatan, kadang-kadang tidak dalam bahasa Jawa dikatakan cat katon cat ora. Singkat cerita, gadis misterius yang bernama Rara Sekar tersebut diperistri oleh Pangeran Anom atau Pangeran Penjaringan.
Selanjutnya Pangeran Panjaringan menetap di desa tersebut dan menjadi kyai yang berjuluk Kyai Balun karena badannya yang sangat kurus sehingga terlihatlah tulang belulangnya atau dalam bahasa Jawa disebut balung. Adapun tempat Rara Sekar ditemukan dinamakan “Balun Sri Katon”.
Kyai Balun dan istrinya sama-sama memiliki daya linuwih atau kesaktian yang mumpuni. Desa yang mereka tempati pada akhirnya dinamakan Desa Balun. Rakyat hidup rukun tenteram dan bersahaja di bawah kepemimpinan Kyai Balun dan istrinya yang murah hati dan bijaksana. Mereka sangat mencintai Kyai Balun dan istrinya tersebut. Bahkan, demi kemajuan masyarakat desa yang dipimpinnya, Kyai Balun dan istrinya mendirikan sebuah padepokan tempat masyarakat belajar beraneka macam ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan mereka.
(Disadur dari Buku CERITA RAKYAT JAWA TENGAH: KABUPATEN BLORA, Penerbit Balai Bahasa Jawa Tengah, 2017)