Tanpa sepengetahuan Kyai Mranggi, pohon suren tersebut akhirnya ditebang oleh Parta Balung untuk dibuat sebuah perahu. Ketika Parta Balung sedang asyik membuat perahu, tiba-tiba terjadi prahara. Hujan deras disertai angin ribut datang.
“Wah ada apa ini?” kata Parta Balung panik. “Kyai bangun, Kyai bangun,” kata Parta Balung sambil berteriak-teriak.
“Ada apa, Parta Balung?”
“Kyai, saya takut. Tiba-tiba saja ketika saya sedang membuat perahu, hujan turun sangat deras disertai angin ribut. Banyak tanah yang longsor dan tanah berubah menjadi aliran lumpur.” Tiba-tiba muncul pula seekor ular naga. Ular ini tidak tampak sebab ia berjalan di dalam tanah.” Parta Balung menjawab dengan terbata-bata.
“Membuat perahu? Ular naga? Untuk apa kau membuat perahu?” kata Kyai Mranggi dengan kaget.
“Maafkan saya Kyai. Tadinya saya ingin membuat kejutan untuk Kyai dan yang lainnya.”
Kyai Mranggi dan teman-temannya sangat cemas karena hujan dan angin ribut tidak kunjung reda. Selain itu, mereka juga memikirkan ular naga yang tiba-tiba muncul begitu saja.