Banyak yang menilai dunia kini sedang menapaki era postmodern. In theory, saripati gagasan postmodern ialah hilangnya realitas oleh bahasa. Jadi kenyataan dianggap telah sirna karena intervensi bahasa. Sehingga yang mengemuka bukanlah kenyataan tunggal, melainkan kenyataan variatif.
Berpangkal pada deskripsi tersebut, saya pikir terlalu usang jika kita hanya apply teori postmodern untuk mengabstraksikan dunia. Fakta mutakhir menyampaikan bahwa realitas tidak hanya hilang oleh bahasa. Namun realitas juga berpotensi lenyap oleh perkembangan teknologi.
Paparan diatas bisa dibuktikan dengan proyeksi teknologi terbaru yang sering kita sebut sebagai Metaverse. Teknologi Metaverse yang di proyeksikan facebook diprediksi akan menjadi ledakan besar dan bisa merubah tatanan kehidupan beberapa tahun kedepan.
Dalam acara virtual bertajuk “Connect 2021”, Facebook mengumumkan pergantian Parent Company mereka menjadi “Meta”. Pergantian nama itu sontak menjadi perbincangan hangat di jagat media sosial. Banyak yang berasumsi nama itu merupakan duplikasi konsep Metaverse yang hendak di creat oleh Facebook.
Secara konseptual, Metaverse merupakan konvergensi antara dunia nyata dengan dunia virtual. Bisa dibilang, Metaverse semacam virtual space yang membuat kita bisa berkomunikasi dengan orang lain secara 3D menggunakan avatar.
Avatar sendiri ialah representasi online dari pengguna, atau bisa disebut identitas digital. Namun yang membedakan Avatar Metaverse dengan Avatar lainnya ialah soal kompleksitas dan fleksibilitas. Avatar Metavers didesain menjadi sangat realistis. Jadi selain berbentuk 3D, Avatar Metaverse juga akan mereplikasi seluruh orang dan gerakan tubuh mereka untuk menciptakan perasaan yang jelas tentang keberadaan orang yang sebenarnya.
Sampai sini bisa disimpulkan, teknologi Metaverse adalah dunia baru berbentuk virtual 3D diluar dunia nyata. Seperti halnya yang tersirat dalam film ready player one.
Gagasan besar ini secara cepat telah berhasil menghebohkan dunia, hingga banyak yang bergumam bahwa Metaverse bisa menjadi alternatif solusi berbagai aktifitas yang sulit dijalankan. Seperti kasus hype yang tempo hari banyak diperbincangkan, yakni soal kontroversi ibadah haji secara virtual.
Kontroversi ibadah haji virtual yang dicetuskan Arab Saudi sempat menghebohkan publik. Pemerintah Arab Saudi ingin membuat virtual reality (VR) Kakbah Masjidil Haram di Metaverse. Proyek itu telah direncanakan sejak akhir bulan Januari lalu oleh Imam Besar Masjidil Haram Syeikh Abdurrahman Sudais untuk mempermudah umat dalam melaksanakan ibadah haji.
Walaupun menimbulkan pro kontra di lingkaran agama, setidaknya fenomena tersebut menegaskan bahwa realitas absolut telah ternegasikan oleh perkembangan teknologi.
Kembali ke pasal awal, bahwa tidak hanya bahasa yang berhasil menghilangkan realitas (seperti apa yang disampaikan intelektual postmo). Namun hari ini dan beberapa tahun kedepan, realitas juga akan hilang oleh perkembangan teknologi, seperti apa yang saya jabarkan diatas.
Saya menyebutnya dengan istilah “Connotative Era (Era Konotatif)”. Entah ambivalen atau tidak, entah disepakati atau disangkal, tapi saya pikir terminologi itu cukup tepat untuk dijadikan narasi besar perkembangan zaman.
Mengapa Era Konotatif ? Literally, konotatif adalah makna kiasan. Kiasan punyai arti perumpamaan atau bukan kata sebenarnya. Jadi Era Konotatif yang saya maksud adalah suatu zaman dimana realitas sebenarnya telah tergantikan oleh realitas semu. Dan melalui Metaverse, potensi itu akan segera terjadi.
Penulis : Mohammad Sodikhin Kasravi
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com