Tersebutlah pemerintahan Kadipaten Jipang Panolan yang menjadi wilayah bawahan Kerajaan Pajang karena kekalahan Arya Penangsang oleh Sutawijaya. Wilayah tersebut kemudian diserahkan kepada putra Sultan Hadiwijaya yang bernama Pangeran Benawa.
Adapun Ki Ageng Pemanahan, ayah Sutawijaya, yang membantu menyingkirkan Arya Penangsang diberi hadiah bumi Mentaok. Selain itu, Ki Penjawi yang juga dianggap berjasa dalam mengalahkan Arya Penangsang, diberi hadiah bumi Pati.
Kelak, Bumi Mentaok menjadi kerajaan besar bernama Mataram di bawah kepemimpinan Ki Ageng Pemanahan yang bergelar Sultan Agung. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat, Bumi Mentaok atau Mataram diserahkan kepada anaknya, yaitu Sutawijaya.
Setelah naik tahta, Sutawijaya bergelar Panembahan Senopati. Kebesaran Kerajaan Mataram akhirnya mengalahkan kebesaran Kerajaan Pajang. Melihat hal itu, Raja Pajang, Sultan Hadiwijaya tidak berkenan.
Sultan Hadiwijaya memperingatkan Sutawijaya atau Panembahan Senopati untuk tidak meluaskan wila yah kekuasaanya. Namun, Panembahan Senopati tidak menghiraukannya sehingga akhirnya pecah perang terbuka antara Kerajaan Pajang melawan Kerajaan Mataram.
Sudah menjadi hal yang umum jika suatu kerajaan kalah perang, maka kerajaan beserta seluruh isinya menjadi milik sang pemenang. Begitu pula Kerajaan Pajang. Seluruh isi istana dirampas dan dikuasai untuk selanjutnya diboyong ke Mataram termasuk benda-benda kebesaran kerajaan maupun pusaka-pusakanya.
Namun, pada kenyataannya Pangeran Benawa sebagai pewaris Kerajaan Pajang tidak mau melepaskan sebuah pusaka yang bernama Wulu Domba Pancal Panggung dengan alasan pusaka tersebut sudah diserahkan oleh ayahnya kepadanya.