Japah- Jauh di ujung utara perbatasan Blora-Pati, tepatnya di Desa Ngiyono Kecamatan Japah Kabupaten Blora, terdapat makam kuno yang dipercaya sebagai peristirahatan terakhir Ki Ageng Dalang Soponyono, atau akrab dikenal dengan sebutan Ki Dalang Sigit.
Untuk mencapai tempat ini, para peziarah dari kawasan pusat Kecamatan Japah harus melewati beberapa desa. Rutenya, Desa Bogem ke arah Desa Sumberejo dan berlanjut hingga ke Desa Ngiyono di perbatasan Kabupaten, setengah jam perjalanan dengan sepeda motor kecepatan sedang.
Oleh masyarakat setempat, Ki Ageng Dalang Soponyono dipercaya sebagai pelindung para petani. Tak hanya itu, leluhur Desa Ngiyono ini juga kerap menjadi tempat bagi para calon abdi negara (CASN/CPNS) yang ingin mendongkrak karir.
Salah satu juru kunci makam ini, Ria (42) mengatakan, makam yang telah tercatat sebagai salah satu Cagar Budaya ramai dikunjungi tiap malam Jumat Kliwon. Mereka yang datang, biasanya telah memiliki keinginan dan uni (nazar, red) tertentu.
“Tidak sedikit dari para peziarah yang berharap jadi PNS. Mereka ziarah, kemudian mandi di Sendang Pucung, dekat sini,” ucap Ria saat ditemui bloranews.com di rumahnya, belakang kompleks makam Ki Sigit Soponyono, Sabtu (02/03).
Ki Dalang Sigit Soponyono Pelindung Para Petani
Ria menceritakan, tidak ada yang tau pasti kapan makam ini ada. Terakhir, Pemkab Blora melalui dinas terkait memugar makam ini sekitar tahun 2010 lalu. Namun, sejak lama warga setempat percaya merupakan tokoh spiritual yang peduli dengan nasib para petani di desa tersebut.
“Sudah menjadi tradisi bagi yang ziarah di makam ini untuk membaca tahlil dan yasin, dihadiahkan kepada Mbah Sigit. Kemudian, wajit (semacam uang persembahan) tidak boleh lebih dari Rp 5 ribu. Itu biasanya begitu,” imbuh juru kunci.
Konon Ki Sigit dipercaya membantu para petani di desa setempat dengan berbagai petunjuk mistis. Petunjuk ini kemudian ditafsirkan, sehingga para petani dapat menentukan apa yang harus ditanam, bahkan mereka jadi tau potensi bencana macam apa yang akan terjadi di tahun-tahun mendatang.
“Misalnya, peziarah mendapatkan pengelihatan, ada pisang-pisang besar yang tumbuh subur, sementara pohon pisang kecil mengering dan mati. Maknanya, akan ada pagebluk (bencana), banyak anak-anak yang jatuh sakit,” ucap juru kunci mencontohkan.
Sedekah Bumi, Pagelaran Wayang Kulit Lakon Dewi Sri
Setiap tahun saat berlangsung Sedekah Bumi Desa Ngiyono, di kompleks makam Ki Dalang Sigit Soponyono digelar pentas wayang kulit dengan lakon Dewi Sri. Hal ini menegaskan leluhur Ngiyono itu merupakan pelindung petani.
“Lakon Dewi Sri tiap sedakah bumi itu, maknanya agar warga Desa Ngiyono harus pandai bertani. Tak hanya untuk dirinya, tapi juga untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat banyak,” imbuh juru kunci.
Menurut juru kunci, bagi warga Ngiyono, situs makam Ki Dalang Sigit Soponyono merupakan sentral spiritual. Tak hanya dikunjungi tiap Jumat Kliwon, makam ini juga “wajib” dikunjungi jika akan digelar pesta rakyat di desa setempat untuk “meminta izin”.
“Jika akan menggelar keramaian misalnya, nanggap dangdut, kethoprak, warga datang ke sini untuk ziarah, semacam minta izin,” tandasnya.
Demikian pula bagi para peziarah yang tercapai hajatnya, lolos CPNS misalnya. Mereka akan kembali ke makam kuno ini sambil membawa ambeng (seperangkat hidangan syukuran) dan ingkung (ayam panggang utuh) sebagai wujud syukur. (Sendi Satriyo Munif)