Blora – Siapa sangka, ternyata Kabupaten Blora berhasil mencuri perhatian dunia karena memiliki Kampung Konservasi Kelor bernutrisi tinggi yang ada di Desa Ngawenombo Kecamatan Kunduran. Meskipun terletak di tengah area persawahan yang jauh dari pusat Kabupaten, kampung ini sering didatangi pengusaha dari berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Myanmar, Korea, negara-negara Afrika, Eropa hingga Amerika hanya untuk belajar kelor dan pengolahannya.
Diawali oleh seorang pengusaha bidang hortikultura yang telah lama bergelut di bidang tanaman kelor atau “Moringa oleifera” sejak enam tahun lalu. Kini ia berhasil menyabet penghargaan dari Jerman karena telah menemukan cara mengunci nutrisi kelor terbaik di dunia. Sehingga meskipun telah diolah, nutrisi kandungan gizi produk “Kelor Blora” tetap tinggi.
Kelor Blora mengandung 18 asam amino yang dibutuhkan untuk membangun tubuh yang sehat dan bugar. Kandungan asam aminonya paling tinggi dibandingkan dengan sumber makanan lainnya. Sehingga sangat tepat untuk menangani gizi buruk. Banyak negara-negara dari Afrika yang meminati hal ini.
Ia adalah Ai Dudi Krisnadi owner Moringa Organik Indonesia yang mendirikan Kampung Konservasi Kelor di Desa Ngawenombo, Kunduran, Blora. Berkat kerja kerasnya, kini ia bersama beberapa rekan, salah satunya Pak Bambang telah berhasil menanam kelor seluas 3 hektar sekaligus membangun Puri Kelor Indonesia (Kelorina) sebagai pusat pendidikan dan pelatihan budidaya kelor.
Disini, pengunjung tidak hanya diajari menanam kelor saja. Tetapi mulai dari pengolahan tanah, pembibitan, perawatan, pemanenan hingga pengolahannya diajarkan semuanya dengan detail. Sehingga nutrisi kelor yang terkandung di dalam daunnya tetap terjaga dengan baik. Bahkan cara memasak kelor juga diajarkan, baik untuk sayuran, obat kesehatan, hingga aneka jajanan bergizi tinggi.
Ketika awak media berkunjung ke Puri Kelorina di Ngawenombo, Sabtu (1/4/2017) lalu. Tampak pembangunan masih dilakukan di beberapa sudut untuk menyempurnakan kawasan Kampung Konservasi Kelor Blora. Selain perkebunan kelor dan Puri Kelorina yang terus dikebut pembangunannya, di Ngawenombo ini Pak Dudi juga membangun pusat pengolahan kelor yang sebelumnya berada di Kelurahan Kunduran.
Ia juga membuat rumah hidroponik serta aquaponik yang memanfaatkan kelor sebagai pupuk utama dalam memenuhi kebutuhan nutrisi tumbuh-tumbuhan dan ikan. Sehingga sayur-sayuran dan ikan yang dihasilkan disini benar-benar sehat dengan label sayur dan ikan organik bebas kolesterol. Bahkan kambing yang memakan pakan ternak hasil olahan dari kelor bisa menjadi kambing organik non kolesterol, begitu juga ayam.
“Belum lama ini saya diundang ke Malaysia, tepatnya 27 Maret 2017. Ternyata disana para pengusaha Malaysia ada kerjasama dengan salah satu kerajaan di Timur Tengah untuk memasok pakan ternak yang terbuat dari kelor. Selama ini hasil olehan pakan ternak mereka belum bisa sebaik olahan Kelor Blora, sehingga saya dijadikan Duta Kelor di Malaysia untuk membantunya,” papar Dudi, Sabtu (1/4/2017).
Betapa kagetnya, ternyata salah satu kerajaan di Timur Tengah itu meminta kiriman pakan ternak dari kelor sebanyak 100 ribu ton per bulan. Pakan ternak itu digunakan untuk peternakan ayam di negaranya, sehingga ayam yang dihasilkan merupakan ayam organik bebas kolesterol.
“Saya bilang, walaupun seluruh pohon Kelor di Indonesia ini digunduli, tidak akan mampu memenuhi permintaan tersebut dan mereka tertawa. Mereka tahu, kami sedang mengusahakan itu dan meminta agar saya mau turut terlibat dalam QC tersebut karena mereka sangat yakin dengan SOP saya,” lanjut Dudi.
Beberapa waktu lalu, menurutnya juga ada tamu dari Norwegia yang datang langsung ke Ngawenombo untuk mengunjungi perkebunan kelor miliknya. Tamu tersebut diajak langsung ke tengah perkebunan kelor untuk belajar budidaya dan pengolahannya.
Sebelum memulai usaha kelor di Blora, ia sudah terlebih dahulu memiliki kebun kelor seluas ribuan hektar di Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun karena ia asli Jawa Barat dan mendapatkan istri dari Kunduran Kabupaten Blora, maka ia mengambil jalan tengah antara Jabar dan NTT yakni memutuskan untuk tinggal di Blora dan menggeluti dunia kelor disini.
“Banyak yang minta pelatihan budidaya kelor kepada kami. Kalau harus ke NTT kan jauh Pak, jadinya saya buat Kampung Konservasi Kelor di Blora saja agar mudah dijangkau dan dekat rumah. Kebun di NTT tetap jalan, begitu juga di Blora. Meskipun kebun yang lebih luas ada di NTT, namun produk olahan kelornya tetap saya namakan Kelor Blora,” terangnya.
Penulis : Tim Humas Pemkab Blora
Editor : Ngatono