Wayang kulit adalah salah satu budaya asli Indonesia yang tumbuh subur di pulau Jawa tepatnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pertunjukan wayang kulit purwa mengalami banyak perkembangan sedari dulu, sebagai contoh perkembangan wayang kulit adalah munculnya gagrak atau gaya surakarta dan yogyakarta.
Masyarakat penikmat pertunjukan wayang kulit sebagian besar adalah orang dewasa dan kurang diminati oleh generasi muda, meskipun ada kawula muda yang juga menikmati pertunjukan wayang kulit purwa. Semantik adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna bahasa, semantik ini tentunya sudah kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kita dapat mengaplikasikan ilmu semantik kita pada saat menikmati pertunjukan wayang kulit purwa yang banyak akan pesan bermanfaat dari pertunjukan tersebut. Mulai dari nama tokoh, perwujudan tokoh hingga lakon memiliki makna masing-masing. Sebagai contoh nama tokoh wayang “Bayusuta” yang berarti “Putra Bayu” yang mana salah satu nama lain dari tokoh Werkudara. Bentuk perwujudan tokoh wayang juga memiliki makna sebagai contoh wajah tokoh yang mendongak menggambarkan sifat yang arogan, sombong, dan angkuh sebaliknya wajah yang menunduk memiliki sifat yang lemah lembut, kalem, dan baik. Warna wajah pada tokoh wayang kulit juga berpengaruh seperti wajah merah memiliki watak yang kurang baik, wajah keemasan dan hitam memiliki watak yang baik, bijaksana, dan menjunjung tinggi sifat kesatriaan. Disamping itu bentuk tubuh tokoh wayang tersebut juga menggambarkan karakter tokoh tersebut sebagai contoh tokoh raksasa memiliki postur yang besar dengan wajah yang mengerikan, tokoh ksatria memiliki postur tubuh yang gagah.
Cara berjalan tokoh wayang kulit juga digambarkan sangat menarik sesuai peran tokoh tersebut, ada yang berjalan dengan anggun, berjalan layaknya ksatria dan ada yang berjalan layaknya orang yang bersifat berangasan. Tangan wayang juga dapat diambil maknanya, tangan yang hanya dapat digerakkan tangan kirinya saja biasanya memiliki sifat yang buruk seperti tangan tokoh raksasa.
Cara berbicara tokoh wayang juga dapat kita ambil makna bahasanya dengan menggunakan ilmu semantik, jika tokoh tersebut berbicara dengan nada tinggi maka bisa dipetik maknanya adalah tokoh tersebut sedang marah, tokoh yang sedang ketakutan biasanya berbicara agak gagap.
Lakon wayang kulit yang digelar dalam pertunjukan juga banyak dapat diambil hikmahnya dengan menerapkan ilmu semantik kita. Salah satunya lakon “Dewa Ruci” makna dari lakon ini adalah mengajarkan kita berbuat patuh kepada guru, mencari jati diri, berbuat baik meskipun kita dijerumuskan oleh orang lain.
Wayang kulit purwa memiliki banyak pesan berharga jika kita mau memahaminya baik dari tokoh hingga lakon wayang kulit purwa. Eksistensi wayang kulit purwa juga kita harus lestarikan agar tidak hilang ditelan zaman, baik dengan mempelajari wayang kulit purwa secara tertulis maupun dengan menontonnya. Kita juga dapat mempertajam ilmu semantik kita dengan memahami wayang kulit purwa yang mana dapat kita gunakan di kehidupan sehari-hari.
Tentang Penulis : Nama: Gadhang Wahyu A.L
Alamat: JL. Mustika Raya No. 71 Perumda Kunden Kecamatan Blora Kabupaten Blora
Saat ini kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.