fbpx

DITEKAN DISTRIBUTOR PUPUK, PENGECER DAN POKTAN ANGKAT BICARA

Blora – Maraknya pupuk urea bersubsidi yang dijual dengan cara paketan dengan produk non bersubsidi, membuat resah sejumlah pengecer pupuk merek PUSRI, dan petani yang tergabung dalam kelompok tani (Poktan) di Kabupaten Blora.

Hal itu diungkapkan Abdul Rozak, Perwakilan Paguyuban Pengecer Pupuk Kecamatan Tunjungan dalam sosialisasi produk Pusri, yang diikuti 175 perwakilan pengecer dan poktan se Kabupaten Blora di rumah makan Mr Green, Selasa (19/09).

Menurutnya, produk perusahaan tersebut berupa pupuk organik cair (POC) dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 85 ribu per liter itu cukup memberatkan. Sebab, harganya hampir sama dengan HET pupuk urea yang sebesar Rp 95 ribu per sak 50 kilogram (Kg).

Sehingga dikhawatirkan petani tidak akan membeli produk tersebut.

“Seharusnya kan ada demplot dulu agar petani percaya produknya. Bukan langsung didrop ke pengecer atau poktan, terus dijual ke petani,” ujarnya.

Padahal, lanjut Rozak, POC tersebut non subsidi dan dibebankan ke pengecer. Jika tidak menjual produk tersebut pengecer mendapatkan tekanan akan dicoret oleh distributor.

“Apalagi ada ancaman dari distributor, kalau kita tidak menjualnya akan dipecat jadi pengecer. Sedangkan keuntungan kita jual pupuk urea saja gak seberapa,” ungkapnya.

Kata dia, POC bisa diterapkan secara maksimal membutuhkan tujuh liter per hektar sawah. Sedangkan untuk satu hektar hanya membutuhkan pupuk urea 2,5 kwintal.

Hal senada dikatakan Surpiyono Hadi, Ketua Kelompok Tani Desa Bleboh, Kecamatan Jiken, Blora. Bahwa saat ini penjualan pupuk bersubsidi saja sangat sulit, disebabkan belum memasuki musim tanam. “Kami minta pengecer jangan dibebani, apalagi pupuk nonsubsidi,” tandasnya.

Tak hanya itu, Joko Susilo, Pengecer dari UD Riski Nglarohgunung Jepon juga mengatakan bahwa Petani, Poktan dan pengecer merasa terbebani dengan target yang diberikan distributor atas produk yang baru dikeluarkan perusahaan. Sebab, modal untuk memutarkan produk sebelumnya sangat terbatas, ditambah lagi dengan produk tersebut.

“Kalau mau pihak Pusri bisa pakai sistem konsinyasi, titip jual. Barang laku baru dibayar. Kalau gak seperti itu, modal kita mandok dibarang yang belum dikenal. Petani mungkin juga banyak yang belum tahu. Ini kalau produsen mau,” ucapnya.

Berbeda dengan Siti Solihatu, Ketua Paguyuban Distributor Kabupaten Blora, dalam forum tersebut pihaknya menampik adanya pemaksaan penjualan produk tersebut kepada pengecer dan poktan.

“Kami gak mengharuskan pengecer atau kelompok tani untuk menjualnya. Kita hanya kepanjangan tangan dari perusahaan yang ikut membantu pemasarannya,” ujarnya.

Sementara itu, Sri Suswono, Perwakilan Manajer Penjualan PT Pusri Area Jawa Tengah mengatakan tidak memaksa distributor maupun pengecer untuk menjual produk tersebut. “Tidak, kami gak memaksa,” katanya singkat.

Namun, Rozak membantah itu. Sebab, kios pegecer selama ini diwajibkan untuk membeli produk tersebut, dan diminta menjual kembali. “Faktanya kami diwajibkan beli, dan kalau tidak ya diancam dipecat,” pungkasnya.

Reporter : Ngatono