Ledok ( 27/03/2016 ) Adriaan Stoop mungkin tidak pernah mengira bagaimana wajah Desa Ledok Kecamatan Sambong Kabupaten Blora saat ini. Belantara yang dulu pernah dijelajahinya, kini telah menjadi sebuah desa pusat kegiatan penambangan minyak bumi di Kabupaten Blora. Sejak pencariannya terhadap minyak bumi sepanjang tahun 1886 sampai dengan tahun 1910, sang pencari minyak bumi ini terus melakukan eksplorasi melalui perusahaannya, Dorstche Petroleum Maatschapij.
Jasa Adriaan Stoop untuk pengenalan kekayaan minyak bumi di tanah air sangatlah besar. Dia mempelopori penggunaan minyak gas ( gasoline ) untuk penerangan jalan di beberapa kota di tanah air pada 1890-an. Dalam mengelola perusahaan minyaknya, Adriaan harus bersaing dengan perusahaan minyak Negeri Belanda yang lain. Dua diantaranya adalah Royal Dutch Shell dan Standard Oil.
Adriaan Stoop lahir di Dordrecht, Negeri Belanda pada 18 Oktober 1856 dan meninggal di Negeri Belanda pula pada 7 September 1935. Mengawali studi perminyakan dengan belajar di fakultas pertambangan di Universitas Delft, Negeri Belanda dan lulus dengan gelar sarjana pertambangan ( mining degree ) pada 1878. Pasca studi, Adriaan mengajukan permohonan untuk melakukan perjalanan studi untuk mempelajari teknik pengeboran minyak di Amerika Serikat. Hasil studi Adriaan menjadi panduan utama kegiatan eksplorasi perminyakan di tanah air sampai sekarang.
Sayangnya, Adriaan Stoop tertinggal lebih dari dua abad dari tokoh kharismatik Kabupaten Blora, Eyang Jati Kusumo. Eyang jati Kusumo dikisahkan telah menjelajahi hutan belantara di tanah jawa jauh sebelum Adriaan Stoop lahir. Eyang Jati Kusumo merupakan utusan kesultanan Pajang untuk misi mencari pusaka Kesultanan yang hilang. Dalam pengembaraannya, Eyang Jati Kusumo menggunakan minyak lantung ( minyak bumi mentah ) untuk menyalakan obor.
Bahkan, sisa peninggalan Eyang jati Kusumo merupakan sebuah titik minyak di desa Ledok. Oleh masyarakat Ledok, peninggalan Eyang Jati Kusumo ini dinamakan Sumur Magung. Asal Mula kejadian dari Sumur Magung, oleh sumber Bloranews.com dikisahkan sebagai berikut.
Konon, dalam perjalanan untuk mencari Pusaka Kesultanan Pajang yang hilang, dua utusan kesultanan pajang mengembara ke dalam belantara – belantara di tanah jawa. Salah satu hutan yang dijelajahi oleh utusan Kesultanan Pajang adalah belantara Ledok, di Kecamatan Sambong.
Sebagai muslim yang taat, dalam suatu senja Eyang Jati Kusumo hendak melakukan ibadah Sholat Maghrib. Sebelum memulai sholat, Eyang jati Kusumo menancapkan tongkatnya ke tanah dan kemudian beliau sholat. Selesai sholat Eyang jati Kusumo mengambil tongkatnya dan mendapati bahwa lobang bekas tancapan tongkatnya mengeluarkan minyak mentah. Karena banyaknya minyak yang keluar, Eyang Jati Kusumo pun memberi nama bekas lobang tancapan tersebut dengan nama Sumur Magung.
Lambat laun, potensi minyak serta tuah dari Eyang Jati Kusumo membuat Sumur Magung menjadi tempat yang disakralkan masyarakat. Sampai saat ini, tidak jarang masyarakat mengunjungi sumur ini untuk mengenang doa dan pengharapan Eyang Jati Kusumo bahwa kelak tempat ini ( Desa Ledok ) akan menjadi desa yang makmur karena minyak bumi di bawah tanahnya.
Menurut beberapa warga Desa Ledok, setiap hari Kamis Kliwon dan hari Jumat Legi dalam penanggalan Jawa banyak warga yang melepaskan nadzar ( janji ) di situs Sumur Magung. Setiap tahunnya, Warga sekitar Sumur Magung bersama dengan Pertamina menyelenggarakan penyembelihan sapi dan kepala sapi tersebut dikuburkan di dekat Sumur Magung. Upacara ini dilakukan setiap bulan agustus dalam setiap tahunnya. Hal ini selain sebagai warisan adat masyarakat setempat juga untuk mengenang Eyang Jati Kusumo.
Reporter : A. Djalu
Fotografer : Zulfa