OPINI  

DANA DESA UNTUK KETAHANAN PANGAN 2025: ANTARA PELUANG EMAS DAN TANTANGAN BUM DESA

Foto: Ilustrasi BUM Desa

Program ketahanan pangan menjadi fokus utama pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan di tingkat desa. Hal ini ditegaskan melalui Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kepmendesa PDT) Nomor 3 Tahun 2025 yang mengatur penggunaan Dana Desa, di mana minimal 20% dari alokasi dana tersebut harus digunakan untuk mendukung program ketahanan pangan.

Dana ini dikelola melalui Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) atau lembaga ekonomi desa lainnya sebagai pelaksana program. Namun, pertanyaannya: apakah kebijakan ini akan menjadi peluang emas bagi pemberdayaan ekonomi desa atau justru menambah daftar panjang tantangan BUM Desa yang selama ini banyak menghadapi kegagalan?

 

Potensi Besar di Balik Dana Desa Ketapang 20%

BUM Desa diharapkan menjadi ujung tombak dalam mengelola dana ketahanan pangan ini. Program yang bisa dijalankan meliputi berbagai kegiatan, mulai dari pemanfaatan lahan untuk pertanian, peternakan, perikanan, hingga pengembangan usaha pangan lokal seperti produksi jagung, cabai, padi, budidaya ikan nila, hingga ayam petelur. Selain itu, pengelolaan lumbung pangan desa, pelatihan pengolahan hasil panen, hingga penguatan rantai distribusi pangan menjadi bagian dari skema ini.

Secara teori, ini merupakan peluang luar biasa. Desa memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, didukung dengan Dana Desa yang cukup besar. Dengan pengelolaan yang tepat, BUM Desa bisa menjadi penggerak ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan ketahanan pangan lokal.

 

Tantangan di Lapangan: BUM Desa Antara Harapan dan Realita

Meskipun potensi besar terbuka lebar, tantangan di lapangan tak bisa diabaikan. Sejumlah BUM Desa di berbagai daerah selama ini menghadapi kendala serius, mulai dari manajemen yang kurang profesional, keterbatasan sumber daya manusia, lemahnya pengawasan, hingga tidak adanya perencanaan bisnis yang matang.

Kebijakan penyertaan modal melalui Dana Desa tanpa kesiapan manajemen berisiko tinggi. Alih-alih mendongkrak perekonomian, dana tersebut bisa saja menjadi “modal mati” yang tidak produktif. Hal ini diperparah dengan minimnya kapasitas pengurus BUM Desa dalam mengelola unit usaha berbasis ketahanan pangan.

 

Strategi Menuju Keberhasilan

Agar program ini berjalan efektif, beberapa langkah strategis perlu diambil:

1. Peningkatan Kapasitas SDM: Pemerintah perlu memastikan pelatihan manajerial dan teknis bagi pengelola BUM Desa agar mampu mengelola usaha dengan profesional.

2. Transparansi dan Akuntabilitas: Dana harus dikelola secara transparan, dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan evaluasi.

3. Kolaborasi dan Pendampingan: Kemitraan dengan lembaga ekonomi, perguruan tinggi, serta sektor swasta dapat menjadi kunci untuk transfer ilmu dan teknologi.

4. Fokus pada Potensi Lokal: Pengembangan program berbasis potensi lokal akan meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan usaha.

Pengelolaan Dana Desa untuk ketahanan pangan melalui BUM Desa adalah peluang emas yang bisa mengubah wajah perekonomian desa jika dikelola dengan baik. Namun, tanpa kesiapan manajemen yang kuat, risiko kegagalan tetap mengintai. 

Kepmendesa PDT Nomor 3 Tahun 2025 seharusnya menjadi pijakan awal untuk menciptakan perubahan nyata, bukan sekadar regulasi formal. Kuncinya terletak pada sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan BUM Desa itu sendiri.

Apakah BUM Desa akan menjadi pilar ketahanan pangan atau justru menambah deretan kegagalan? Jawabannya ada di tangan kita semua.

Penulis : Jaryoko, Jurnalis Bloranews.com, aktif dalam pendampingan masyarakat desa. 

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.