fbpx
OPINI  

CALON INDEPENDEN NYALON BUPATI BLORA 2020 ?

Ngatono
Ngatono

CALON INDEPENDEN

Berdasarkan UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, sebagai dasar Pilkada Serentak 2020, potensi bakal calon independen untuk bisa maju menjadi kandidat dihitung dari jumlah dukungannya saat mendaftarkan diri nanti di KPU. Syarat minimal dukungan calon perseorangan yang maju tingkat bupati/wali kota yaitu 10 persen untuk jumlah DPT hingga 250.000; 8,5 persen untuk jumlah DPT antara 250.000-500.000; 7,5 persen untuk jumlah DPT antara 500.000-1 juta; dan 6,5 persen untuk jumlah DPT di atas 1 juta.

Penentuan prosentase dukungan pun telah ditetapkan KPU Blora, 7,5 persen dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu terakhir yakni 706.940 pemilih. Maka jumlah dukungan calon perseorangan paling sedikit 7,5 % x 706.940 = 53.021. Jumlah dukungan calon perseorangan paling sedikit tersebar dilebih dari 50 % jumlah Kecamatan di Kabupaten Blora yakni sembilan Kecamatan. Sedangkan jumlah DPT ditambah dengan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) menjadi 713.512, ada selisih 6.572 pemilih.

Dalam Pemilu 2019 lalu, jumlah suara yang diperoleh 16 parpol sebanyak 537.784. Dengan perolehan masing-masing Daerah Pemilihan (Dapil), diantaranya Dapil Blora 1 sebanyak  135.909, Dapil Blora 2 = 95.283, Dapil Blora 3 = 100.693, Dapil Blora 4 = 102.387 dan Dapil Blora 5 = 103.512. Jika jumlah pemilih total 713.512 dikurangi perolehan parpol 537.784, ada sisa suara 175.728 suara yang tidak digunakan dalam pemilu kemarin.

Maka ada peluang basis massa yang hampir 200 ribu itu yang bisa direbut atau juga bisa merebut suara partai. Suara partai yang dimaksud ini jelas ada yang bisa diperhitungkan. Sebut saja parpol yang tidak masuk dalam parlemen, seperti Garuda, Berkarya, PSI, PAN, PBB dan PKPI jika dikumpulkan 15.632 suara. Total sisa suara 175.728 yang tidak digunakan dengan perolehan parpol yang tidak masuk parlemen sebanyak 191.360.  Untuk awal jumlah sebesar ini cukup bisa diraih dengan berbagai cara, salah satunya dengan bekerjasama denga parpol pemilik suara tersebut.

Disisi lain Kabupaten Blora yang notabene ada 16 Kecamatan dan 295 Desa/Kelurahan masih bisa diperhitungkan secara sederhana untuk mendapatkan dukungan. Kebutuhan minimal dukungan sebanyak 53.021 bisa dipatok diangka 60 ribu sampai 75 ribu. Hal itu untuk mengantisipasi adanya dukungan yang tidak memenuhi syarat (TMS) saat diverifikasi KPU. Kalkulasinya, jumlah dukungan minimum diambil 75.000 dan dibagi 12 Kecamatan saja, muncul angka 6.250 dukungan perkecamatan. Jumlah itu dibagi lagi dengan menyesuaikan jumlah desanya.

Jika dibagi langsung sesuai desa, jumlah 75 ribu dibagi 200 desa saja ketemu angka 375 dukungan per desa. Lagi-lagi ini menjadi kalkulasi sederhana untuk seorang atau pasangan calon independen/perseorangan. Angka-angka itu harus tetap ditopang dengan pendanaan dan modal sosial baik dari bakal calon maupun tim yang dibentuknya.

Calon independen bisa menjadi satu pilihan utama bagi masyarakat yang tentu menginginkan perubahan struktur politik atau pemerintahan di daerah. Di tengah ketidakpercayaan publik terhadap produk-produk pemilihan sebelumnya yang tidak sesuai harapan.

Peluang besar ini tidak hanya menjadi harapan calon saja tapi juga rakyat. Kenapa? Kalau calon dari parpol akan membagi kepentingan politik dengan parpol  “sponsor”nya. Tetapi untuk sang “independen” sejati hanya berbakti pada sponsor utama, yakni rakyat sebagai pemilih dan pendukungnya.

Namun persoalan calon independen tidak hanya pengumpulan fotocopy KTP atau dana kampanye saja. Tapi calon juga harus bisa memberikan solusi atau menjawab tantangan-tantangan di masyarakat. Gagasan besar menjadi modal utama selain modal-modal lainnya sebagai “jualan” untuk menjawab persoalan dimasyarakat. Atau pokok persoalannya adalah mensejahterakan masyarakat yang harus diwujudkan dan menjadi idealisme.

Penting diingat, masyarakat di daerah ini menunggu perhatian, dedikasi, keadilan juga pemenuhan kebutuhan dasar serta komitmen untuk memajukan daerah. Tidak hanya sekedar retorika dan uang sogokan belaka, karena itu bukan kebutuhan utama lagi bagi mereka. Seperti yang diungkapkan seorang netizen di grup sebuah media sosial.

Saat ini rakyat Blora : Kami butuh air bersih. Kami gak butuh pencitraan apalagi spanduk..”

Mungkin ini bagian dari kekecewaan terhadap kehadiran pemerintahan ataupun yang lain dalam sebuah kasus kekeringan yang melanda daerah Blora setiap musim kemarau.

Tentang Penulis : Ngatono (Staf Bawaslu Kabupaten Blora)

*Opini di atas adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi Bloranews.com