BONGKAR! INI DIA PROSES PEMBUATAN TEMPE

Proses pengemasan pembuatan tempe.
Proses pengemasan pembuatan tempe.

Jepon, BLORANEWS – Tempe menjadi salah satu incaran untuk lauk pauk. Selain harga yang murah, tempe sangat merakyat. Berikut ini Bloranews bakal membongkar bagaimana proses pembuatan tempe.

Memproduksi tempe memang tidak rumit, namun membutuhkan ketekunan dan keterampilan khusus. Tempe terbuat dari kedelai ini, layaknya menjadi kebutuhan tersendiri dalam mencukupi isi perut.

Tidak ada pabrik tempe yang bisa dikatakan besar, tetapi di sejumlah wilayah Kabupaten Blora terdapat beberapa tempat produksi tempe. Home industry istilahnya.

Salah satunya ialah milik Ali Asrofi (26) warga Dusun Bulu RT 02 RW 03, Desa Bacem, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora. Dia memproduksi tempe di rumahnya, dibantu istri dan bapaknya. Ia juga memiliki satu karyawan dari tetangganya sendiri.

Dalam satu hari ia memproduksi tempe sebanyak 25kilogram kedelai. Membuat tempe sampai siap jual membutuhkan waktu selama empat hari.

“Hari pertama, kedelai direbus selama kurang lebih satu jam. Kira-kira sampai airnya surut. Kalau merebus kedelai, menggunakan kayu bakar. Kalau pakai kompor tidak kuat, apinya juga kecil. Kalau pakai kayu bakar, kan apinya bisa besar,” terangnya saat ditemui di rumahnya baru-baru ini.

Kedelai dimasukkan ke dalam karung usai didinginkan. Kemudian diinjak-injak supaya kedelai pecah menjadi dua bagian.

“Saat diinjak-injak, posisi kedelai tetap berada di dalam karung biar tetap hiegnis. Ketika sudah merata, kedelai dicuci menggunakan air bersih, empat kali. Baru kemudian kedelai direndam satu malam,” ungkap pria anak satu ini.

Hari kedua, direbus lagi untuk kedua kalinya. Tunggu sampai airnya surut kemudian ratakan di tempat yang cukup lebar biar dingin. Pada tahap inilah di mana mencampur kedelai dengan ragi. Memberi ragi sesuai takaran. Dilanjutkan proses kemasan.

“Untuk proses kemasan ini saya menggunakan plastik. Pada hari ketiga, proses fermentasi. Kedelai yang sudah dikemas dalam plastik, ditata rapi membentuk persegi. Plastik yang berisi kedelai bisa ditekuk, bisa juga pakai laminating. Kalau aku pakai uplik (obor dari botol, red),” beber Ali Asrofi.

Terakhir, hari keempat, melalui proses fermentasi, kedelai sudah menjadi tempe. Siap dipasarkan. Pria kelahiran Blora tahun 1996 ini biasanya menjual produk tempe di pasar tradisional. Marketnya di pasar tradisional krempyeng Desa Jatirejo, Kecamatan Jepon dan di pasar medang Desa Sendangharjo, Kecamatan Blora Kota.

“Saya menjual tempe pakai motor. Tempe ditaruh krat (keranjang). Kalau di Jingkat (pasar Desa Jatirejo, red) berangkat dari rumah jam lima pagi sampai jam enam. Kemudian kalau di pasar medang, jam tujuh pagi sampai jam sembilan,” ucapnya.

Usaha turun temurun dari orang tuanya ini sejak tahun 1995, namun Ali Asrofi menggeluti produksi tempe baru tahun 2021. Menurutnya proses yang membutuhkan tenaga ekstra ialah proses injak-injak dan mencuci sebanyak empat kali.

“Saat mengemas itu dibantu karyawan sama bapak dan istri saya. Mengemas kira-kira satu setengah jam selesai lah. Meskipun baru punya satu karyawan, alhamdulillah bisa memberdayakan. Setidaknya pengangguran berkurang satu,” terangnya.

Ali Asrofi satu-satunya pengusaha tempe di desanya ini, mengeluhkan harga kedelai yang sedikit-sedikit mengalami kenaikan. Ini menjadi persoalan tersendiri bagi pengusaha tempe. Mengantisipasi ini, biasanya produsen mengurangi isi kemasan.

“Harga kedelai terus melambung, jarang turun. Kalau harga kedelai mahal, kemasan kita kurangi. Kalau harga yang kita naikkan, malah tidak ada yang beli. Saya berharap kalau kemasan berkurang, pelanggan tetap mau beli,” pungkasnya.

Tempe yang ia pasarkan selalu ludes, laris terjual. Pelanggan biasanya seorang penjual sayuran atau kulak. Ali Asrofi berharap, home industri yang ia miliki semakin berkembang, dapat memberdayakan tetangga sekitar. (jam)