Blora ( 11/04/2016 ) Kabupaten Blora menurut catatan resmi pemerintah Kabupaten Blora berdiri sejak tahun 1749. Menurut para ahli Kabupaten Blora menjadi Kabupaten secara resmi adalah pada tanggal 11 desember 1749 Masehi dan bertepatan dengan tanggal 2 Sura tahun Alib tahun 1675 saka. Sebagai peringatan atas berdirinya Kabupaten Blora, tahun keramat tersebut diukirkan pada lengkung gapura Pendopo Kabupaten Blora. Sedangkan candra sengkala untuk menandai tahun berdirinya Kabupaten Blora adalah “ Trus Kawarna Sabdaning Aji “.
Pada awal abad XVIII Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang telah menguasai pelabuhan Sunda Kelapa memiliki keinginan untuk menaklukkan seluruh pulau jawa. Hal ini karena pulau Jawa merupakan pulau utama di Nusantara. Keberadaan hasil alam berupa kayu jati dan sumber daya manusia berupa budak – budak hasil perdagangan di nusantara berada di Pulau jawa. Kabupaten Blora yang kaya akan kayu jati dan hasil pertanian membuat pemerintah kolonial Hindia Belanda berkeinginan untuk menguasai wilayah ini.
Situasi politik yang terjadi di Negeri Belanda mempengaruhi kebijakan pemerintah kolonial di tanah jajahan. Pada jaman politik etis, ( awal abad XVIII ) membuat Pemerintah negeri jajahan melaksanakan kebijakan – kebijakan terkait balas budi terhadap kebaikan masyarakat pribumi dan atas kesetiaan kepada Ratu Belanda saat itu, Ratu Wilhelmina. Tiga poin utama kebijakan pemerintah negeri jajahan adalah melaksanakan Edukasi, Irigasi dan dan emigrasi. Kebijakan ini dirumuskan oleh Pieter Brooshooft ( jurnalis negeri Belanda ) dan C. Th. Van Deventer ( politikus negeri Belanda )
Pada sektor edukasi dibangunlah beberapa sekolah di negeri jajahan, termasuk Kabupaten Blora. Menurut salah satu tokoh masyarakat desa Bangkuk, di Kecamatan Banjarejo terdapat salah satu sekolah peninggalan pemerintah Kolonial Hindia Belanda yaang sekarang menjadi SD Negeri 1 Banjarejo.
Untuk kepentingan irigasi dan kebutuhan air pertanian masyarakat, pemerintah Hindia Belanda membangun dua waduk besar di Blora, pertama adalah waduk Tempuran yang dibangun pada tahun 1918 dan waduk Greneng pada tahun 1919. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga di Kota Blora dibangun sebuah sentra penampungan air bersih, oleh masyarakat pribumi bangunan ini dinamakan Gudang Banyu. Saat ini, masyarakat Blora masih dapat menyaksikan kemegahan bangunan Gudang banyu di kelurahan Tegal Gunung Kecamatan Blora Kota.
Di Kecamatan Sambong Kabupaten Blora terdapat peninggalan pemerintah Hindia Belanda berupa jembatan kereta api yang dapat naik – turun. Oleh masyarakat Kecamatan Sambong jembatan kereta api ini dinamakan Bruk Brosot. Saat ini pengelolaan Bruk Brosot dilakukan oleh Perhutani KPH Cepu. Keberadaan lokomotif tua pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda sangatlah penting. Selain mengangkut para pekerja kehutanan pada masa itu, juga untuk mengangkut kayu – kayu jati terbaik Blora. Stasiun awal untuk lokomotif tua ini berada di desa Ngelo Kecamatan Cepu.
Memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat Kabupaten Blora pada pemerintahan Kolonial Hindia Belanda saat itu, di beberapa tempat dioperasikan beberapa kantor pegadaian. Salah satu Kantor Pegadaian peninggalan pemerintah kolonial Hindia Belanda terletak di kecamatan Ngawen.
Kantor Pegadaian Ngawen dibangun pada tahun 1911. Pembangunannya menggunakan gaya Indisch – Empire, terlihat dari sisi atap bangunan yang berbentuk runcing dan menjorok kedepan ( tuitgevel ). Model bangunan seperti ini pada masa lalu merupakan ciri khas bangunan gudang ( pakhuizen ). Pada bagian atasnya dicantumkan tahun pembuatan bangunan tersebut.
Reporter : Djalu T.P
Fotografer : Az Zulfa