Dilematika yang saya alami
Berbicara tentang pahlawan tidak pernah sesulit hari ini, hari dimana kita memperbincangkan sosok paling berpengaruh dalam sejarah (setidaknya itu menurut Michael Hart dalam bukunya 100 tokoh paling berpengaruh di dunia), yakni Muhammad putra Abdullah.
Sosok ini, dalam tradisi kita, sungguh sangat melampaui apa yang bisa kita imajinasikan tentang kepahlawanan. Pasalnya, Muhammad SAW, bahkan telah berada jauh di atas level kepahlawanan, dia adalah nabi sekaligus rasul.
Apa untungnya memperdebatkan dia pahlawan atau tidak, dia sudah jadi nabi yang statusnya berada jauh di atas Presiden Jokowi, atau bahkan Presiden Soekarno. Nabi dalam tradisi kita adalah sosok manusia yang tidak pernah salah, jika terkesan salah, maka itu merupakan pembelajaran bagi umat yang mengikutinya.
Lalu, apakah kita tidak bisa menganggap Muhammad sebagai pahlawan? Tentu saja bisa. Syaratnya, kita harus rela meletakkan Muhammad dalam pikiran kita ke level pahlawan. Saya tidak bermaksud meminta anda untuk meletakkan status Muhammad sejajar engan Captain Amerika, saya tidak bermaksud demikian.
Menyamakan Muhammad dan Captain America, di depan kalangan Islamis-Jihadis sama dengan meledakkan meriam di depan muka. Berarti deklarasi perang, dimana darah anda seketika menjadi halal. Sungguh melelahkan dan beresiko melakukan penilaian kepada Nabi Akhir Zaman tersebut.