BERGELAR “KERIS KYAI SEKARJATI DAN KYAI ABILOWO” AGEMAN BUPATI BLORA

Foto: Kunjungan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon ke Kabupaten Blora belum lama ini.

Blora, BLORANEWS.COM – Dalam tulisan Martin Heiddeger tentang Being & time, bahwa pentingnya membuat makna akan keberadaan dan waktu manusia. Salah satunya adalah dengan membuat tanda sejarah sebagai wakil keberadaan dan waktu itu sendiri.

Dari term tersebut, tampak kecerdikan dari Arief Rohman, sebagai bupati Blora berusaha meninggalkan banyak tanda dan jejak. Selain jejak hasil pembangunan fisik, juga jejak pengembangan budaya dengan membabar keris pusaka.

Tepat menjelang pelaksanaan pemilihan Bupati untuk periode keduanya, sebagai bupati, beliau memesan keris khusus sebagai ageman. Tidak hanya sekedar untuk pelengkap busana, pembuatan pusaka ini juga tidak asal tempa, beliau pesan khusus kepada empu asli dari Blora, Empu Slamet Haryanto.

Keris Kyai Sekarjati dan Kyai Abilowo, Ageman Bupati Blora

Keris pesanan khusus ini melalui serangkaian proses tempa metalurgi, dimana ada unsur besi, baja dan nikel yang disatukan menjadi sebuah karya seni yang sangat indah. Selain itu juga disepuh dengan rangkaian doa-doa dan ritual dari empu pembuatnya.

Tidak tanggung-tanggung, pemilihan dapur (bentuk keris) juga menarik. Keris Kyai Abilowo berdapur Jalak Sangu Tumpeng, dapur yang sama juga dipakai oleh Jogja sebagai keris agul-agul bernama Kanjeng Kyai Kopek. Sedangkan Keris Kyai Sekarjati berdapur Sinom Rombyong, yang juga merupakan dapur langka.

Ketua Harian SNKI Jateng, Muhammad Habibi menjelaskan, bahwa keris tidak hanya ekspresi budaya, tapi juga mengandung nilai-nilai yang sarat akan makna filosofis & spiritual.

Dia  juga berharap kedepan, kepala dinas, camat bahkan kepala desa ikut juga membuat keris dan tombak, sebagai piandel, yang terkandung doa terbaik untuk keselamatan dan kesejahteraan wilayah yang dipimpinnya.

Lebih lanjut, pemuda penggemar keris ini juga menyampaikan, bahwa membabar, merawat dan mewarisi keris oleh para pejabat bukan hanya sekedar alat ageman tapi sebagai bentuk edukasi pada masyarakat untuk senantiasa melestarikan pusaka warisan leluhur.

“Agar bilah pusaka tetap terawat dan bisa dinikmati oleh anak cucu kita.” tutup Habibi. (Zak)