Frasa Barongan dalan Nagarakartagama
Dalam literaur yang lebih tua, yaitu Nagarakartagama yang ditulis abad 14 oleh Mpu Prapanca, ternyata ada beberapa frasa, yang merupakan informasi penting paling awal, tentang bentuk dan bagaimana Singa-Barong (Barongan) ditampilkan pada saat itu.
Dijelaskan pada pupuh 86, ayat 1:
akara rwang dina muwah ikang karyya kewwan narendrawawwan lor ning pura têgal anama ng Bubat kaprakasaSri-nathangkën mara makahawan sthana singhapadudwan sabhrëtyanorakën idëran atyadbhuta ng wwang manonton.
Terjemah frasa tersebut menurut Dr. Piegaud, adalah: Dua hari kemudian terdapat upacara meriah, dimana raja harus menjadi perwira, ia harus mengunjungi tempat lapang bernama Bubat yang terkenal, di sebelah utara kraton. Ia selalu pergi ke sana, melalui jalan dimana singa berkelahi, menjatuhkan, berputar mengelilingi raksasa, ramai dilihat penonton.
Singa pada bait tersebut tampaknya bukan singa sungguhan yang sengaja didatangkan jauh dari dataran lain, karena singa bukan hewan asli di Asia Selatan atau di Kepulauan Nusantara. Yang paling mungkin adalah bahwa singa harus dipahami sebagai singa-barong, yaitu sekumpulan topeng raksasa pembuka prosesi acara kerajaan. Pertunjukan semacam ini, sebagaimana pembukaan arak-arakan di pedesaan, masih menjadi umum dilakukan sampai saat ini.