fbpx

RAWAT AJARAN SEDULUR SIKEP, PEMKAB BLORA GELAR FESTIVAL BUDAYA SPIRITUAL

Ilustrasi : Samin surosentiko

Blora, BLORANEWS – Ajaran Sedulur Sikep atau Saminisme merupakan gerakan yang memuliakan hubungan manusia dengan alam dan sesamanya. Nilai-nilai tersebut relevan dengan kehidupan masa kini. Di tengah kompleksitas tantangan global seperti perubahan iklim, keberlanjutan, dan konflik sosial, ajaran ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keseimbangan antara alam dengan manusia dan manusia dengan sesamanya.

Guna melestarikan nilai-nilai ajaran Samin serta mempromosikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat luas, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Kemendikbudristek RI bekerjasama dengan Pemkab Blora akan menyelenggarakan acara Festival Budaya Spiritual di kota Blora pada tanggal 8 – 10 Juli 2024.

Dalam rangkaian acara yang digelar selama tiga hari tersebut, akan diisi berbagai kegiatan diantaranya adalah Gelar Seni Pertunjukan Rakyat (Gesper), Sarasehan, Pentas teater Sangkan Paraning Dumadi dan Rembug Sedulur Sikep, “Ngukuhi Wonge, Nutugne Babadane.”

Gelar Seni Pertunjukan Rakyat menjadi judul acara sekaligus pembuka kegiatan Festival Budaya Spritual Kab. Blora 2024. Akan ditampilkan berbagai seni tradisi seperti tayub/ ledek barangan, wayang krucil, barongan lodra dan jedoran. Empat jenis kesenian tersebut dipilih karena merupakan kesenian yang lekat dengan budaya spiritual di masyarakat Blora. Pagelaran wayang krucil menjadi bagian pembuka dengan lakon epiknya yaitu “Samin Surosentika” dengan penyaji Sanggar Seni Cahya Sumirat Dukuh Pangkat Desa Purwosari, Kabupaten Blora dengan dalang Ki Nuryanto. Acara akan ditampilkan di Alun-Alun Blora dan terbuka untuk umum.

Menjadi rangkaian kegiatan Festival Spiritual Budaya adalah kegiatan Sarasehan dengan mengangkat tema ‘Laku Sikep dan Relevansinya di Era Kekinian’ yang diselenggarakan di pada Selasa, 9 Juli 2024 bertempat di Pendopo Kabupaten Blora. Akan hadir diantaranya adalah Direktur Kepercayaan & Masyarakat Adat Kemendikbudristek RI Sjamsul Hadi sebagai keynote speaker, narasumber budayawan Romo Sindhunata, peneliti dan akademisi dari Australian National University (ANU) yang telah banyak melakukan penelitian tentang Samin Amrih Widodo, serta dua remaja Sedulur Sikep yakni Bagus Widianto dan Anggit Pratiwi.

Pada malam harinya akan digelar pentas teaterikal bertajuk ‘Sangkan Paraning Dumadi’ di Taman Tirtonadi Blora. Pertunjukan tari teaterikal ini menyampaikan pesan-pesan kearifan hidup Masyarakat Jawa. Melalui sebelas metrum macapat yang menggambarkan siklus hidup manusia. Dalam budaya Jawa, sebelas pola metrum macapat berupa Maskumambang, Mijil, Sinom, Kinanthi, Asmaradana, Gambuh, Dhandhanggula, Durma, Pangkur, Megatruh dan Pucung tak sekadar merupakan sekar alit, melainkan juga dipahami secara filosofis sebagai suatu perlambang perjalanan manusia dari dan menuju Tuhan, bagian dari kawruh mengenai sangkan paraninig dumadi.

Rangkaian perjalanan hidup manusia tersebut dikemas menjadi suatu pertunjukan tari teaterikal dengan judul “Sangkan Paraning Dumadi” ini sebagai upaya untuk menyampaikan pesan-pesan kearifan hidup masyarakat Jawa, senyampang dengan tuntunan hidup manusia agar senantiasa berlaku hamemayu hayuning bhawana.

Rangkaian program festival berikutnya adalah acara Rembug Samin ‘Ngukuhi Wonge, Nutugne Babadane,’ di Pendopo Pengayoman Ploso Kediren, Kecamatan Randublatung, Blora, pada Rabu, 10 Juli 2024. Rembug Samin ini merupakan sebuah forum dialog antar sesulur sikep membahas sejarah dan tatanan laku Sedulur Sikep.

Forum ini juga akan dihadiri oleh Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME & Masyarakat Adat Kemendikbudristek RI Sjamsul Hadi serta Bupati-Bupati dari Blora, Bojonegoro, Rembang, Kudus, Pati untuk menyatakan dukungan dan jaminan negara atas keberadaan dan praktik spiritual Samin di daerah tersebut.

Sjamsul Hadi menyampaikan bahwa Festival Budaya Spiritual tersebut sebagai bentuk dari upaya dari Kementerian dan Pemkab Blora untuk memperteguh eksistensi masyarakat adat Samin Surosentiko yang ada di Blora.

“Sedulur Sikep menjunjung tinggi nilai-nilai luhur untuk memuliakan hubungan antar manusia dan menjalin hubungan baik dengan alam. Nilai-nilai tersebut sangat relevan dengan kehidupan masa kini, sehingga nilai hidup yang dilakoni Sedulur Sikep tersebut patut dipertahankan. Hal ini diperkuat dengan penetapan kearifan lokal Sedulur Sikep sebagai warisan budaya tak benda yang diakui Kemendikbud pada 2019. Untuk itu sinergi antara kementerian dan pemerintah daerah untuk terus bergandeng tangan dan membuka ruang-ruang diskusi antara para pemangku kepentingan, komunitas Sedulur Sikep dan masyarakat luas yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan dalam Festival seperti ini menjadi penting,” ujar Sjamsul.

Gunretno, salah satu tokoh masyarakat adat Sedulur Sikep, menyebutkan bahwa silaturahmi Sedulur Sikep ini merupakan sebuah momen penting.

“Silaturahmi sedulur ini penting. Ini momen penting untuk merawat kembali ajaran Mbah Suro. Kami memegang teguh ajaran tidak menggunakan kekerasan untuk menunjukkan protes. Spiritualitas Sikep adalah tatanan dan tuntunan perilaku untuk ‘nguwongke’ atau memuliakan manusia. Bagi Sedulur Sikep, meneruskan tatanan Sikep juga bermakna meneruskan babad yang telah dimulai oleh Samin Surosentiko,” tambah Gunretno.

Ia menyebutkan, rangkaian acara yang berlangsung di Ploso Kediren ini akan ditutup dengan acara Mapag Mbah Samin, sebuah prosesi menyambut bulan Suro dan Mbah Suro dengan berhening bersama, dimulai pada pukul 00.00 WIB.

Sementara itu, Eggy Yunaedy Kurator Festival Budaya Spiritual 2024 menyebutkan bahwa Sarasehan dan Rembug Samin ini merupakan kelanjutan dari kegiatan Temu Ageng Sedulur Sikep yang digelar oleh Kemendikbudristek RI bekerjasama dengan Pemkab Blora pada tahun 2019. Pada saat itu lebih kurang 300 penganut ajaran Samin Surosentika berkumpul di Pendopo Sedulur Sikep Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong Kabupaten Blora. Mereka datang dari berbagai wilayah seperti Kudus, Pati, Rembang, Bojonegoro, dan Blora. Disebutkannya, bahwa pertemuan tersebut merupakan pertemuan Sedulur Sikap terbesar selama 100 tahun terakhir.

“Forum tersebut diselenggarakan untuk merekatkan silaturahmi sekaligus menyamakan persepsi tatkala ada ajaran-ajaran yang berbeda di tiap wilayah. Pada saat itu, para pengajut Samin berkomitmen untuk lebih sering bertemu, dan momen pada Festival tahun ini adalah untuk meneguhkan kembali silaturahmi tersebut, sekaligus untuk mengajak publik lebih memahami ajaran Mbah Suro, yang sebenarnya masih sangat relevan dengan konteks era modernisasi,” ungkap Eggy.

Ditambahkan, bahwa kegiatan ini juga bertujuan untuk mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang Sedulur Sikep Samin kepada masyarakat luas sehingga tidak ada lagi stigma-stigma negatif terhadap Sedulur Sikep di masa mendatang.

“Selain itu, untuk memperkuat identitas budaya lokal Sedulur Sikep Samin serta memperkuat solidaritas dan kebersamaan antara penganut Sedulur Sikep. Dengan memperkuat rasa kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, penganut Saminisme dapat terus menjaga keberlanjutan dan relevansi nilai-nilai tradisional dalam konteks zaman modern,” pungkasnya. (Dun)