fbpx

BLORA KOTA ADIPURA

Opini
Ilustrasi

BLORANEWS – Tidak ada yang istimewa ketika Blora saat ini mendapatkan penghargaan Adipura sebagai kota terkecil dan terbersih. Perjuangan ini sudah sejak lama di rintis di masa pemerintahan sebelum Bupati sekarang. Pemkab saat ini hanya meneruskan/mempertahankan supaya predikat Blora sebagai kota Adipura tetap terjaga.

Sampah di kota besar besar di anggap menjadi momok tersendiri, karena jumlah penduduk terlalu padat. Tidak tanggung-tanggung seperti tumpukan sampah yang ada di kota Bekasi tepatnya di TPA Burangkeng, bulan lalu sempat longsor karena hujan yang saat itu mengguyur tiap hari. Berbeda dengan Blora yang memiliki luas wilayah sempit dengan jumlah penduduk yang sedikit, wajar apabila masalah sampah bisa dengan mudah teratasi. Predikat kota Adipura sebagai simbol kota terbersih yang diserahkan oleh pemerintah pusat ke Pemkab Blora, menjadi contoh yang baik supaya kota kecil lainnya bisa meniru Blora dalam mengelola sampah.

Blora merupakan kota kecil ditengah hutan, terletak dipegunungan, yang jauh dari pencemaran udara, air dan tanah. Selin itu jumlah warga masyarakat yang relatif sedikit membuat tata kotanya cenderung bisa di atur dan dikondisikan. Citra kota kecil dan bersih menjadi wajar di sematkan kepada pemkab Blora supaya Blora tetap menjaga kebersihan lingkungan.

Sampah yang di kelola oleh pemkab Blora di TPA tidak seberapa dibanding di kota besar seperti Jakarta, Bekasi atau kota besar lainnya. Apalagi petugas kebersihan selalu siap siaga terhadap masalah sampah di Blora. Secara otomatis sampah bisa dipisahkan menjadi sampah organik dan non organik. Sehingga dalam pengelolaannyapun bisa dengan mudah teratasi. Ada sampah yang bisa di daur ulang menjadi pupuk contohnya, atau yang non organik bisa di bakar atau dengan tehnik lainnya.

Harusnya pemerintah mampu memfasilitasi pelatihan pada masyarakat dalam mengelola sampah. Toh SDM yang ada di Blora rata-rata belum terlalu disibukkan seperti apa yang terjadi di kota. Aktifitas masyarakat di kota kecil ini belum bisa dirasakan kontribusinya untuk pembangunan kota Blora. Mereka para pengangguran semakin hari semakin banyak, karena kurang adanya pemberdayaan oleh pemerintah terhadap masyarakat.

Pemerintah bisa menunjuk BLK atau Disperindagkop untuk memfasilitasi warganya yang menginginkan fasilitas pelatihan. Banyak segudang ide/gagasan program yang bisa di terapkan untuk pemberdayaan masyarakat. Dari sini Blora bisa mencetak pengusaha muda dalam membangun Blora sendiri. Kader muda yang benar-benar serius terjun di wilayah sampah, bisa dengan mudah sukses (mapan perekonomiannya) karena sampah.

Terlalu berlebihan apabila keberhasilan pemkab Blora mendapat penghargaan Adipura lantas kemudian dirayakan secara besar-besaran. Mereka para pasukan kuning yang menjadi motor penggerak dalam menanggapi sampah di lingkungan kota Blora, tidak butuh perayaan seperti itu. Karena mereka juga berangkat dari masyarakat biasa dengan masa pengabdian puluhan tahun. Riil yang mereka butuhkan adalah anggaran kesejahteraan dari pemkab.

Tentang penulis: Siti Lestari adalah mantan ketua PC PMII Kabupaten Blora yang saat ini aktif mengelola Lembaga Pendampingan dan Pemberdayaan (Perempuan) Kinasih. 

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.