fbpx
OPINI  

REFLEKSI HARI SANTRI, MENYONGSONG SATU ABAD NU DAN INDONESIA

Mochamad Nur Habib merupakan kader kultural NU, saat ini menekuni dunia fotografi.
Mochamad Nur Habib merupakan kader kultural NU, saat ini menekuni dunia fotografi.

BLORANEWS – Sejak tanggal 22 Oktober 2015 peringatan Hari Santri diperingati secara nasional setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Hari Santri oleh Presiden Joko Widodo. Hal tersebut merupakan suatu bentuk pengakuan negara terhadap perjuangan dan peranan kaum santri terhadap perjalanan bangsa Indonesia. 

Ditetapkannya tanggal 22 Oktober menjadi Hari Santri Nasional tidak terlepas dari momentum berkumpulnya para perwakilan NU se-Jawa Madura di Surabaya dan menghasilkan Resolusi Jihad NU. 

Setelah dikeluarkannya Resolusi Jihad dan ada ancaman dari tentara sekutu yang dikomandoi Inggris telah membakar semangat para santri untuk turut serta dalam medan perang mempertahankan kemerdekaan Bangsa Indonesia yang telah diproklamirkan 17 Agustus 1945. Peranan dan kontribusi santri terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah tentu tidak perlu dipertanyakan lagi. 

Resolusi Jihad NU 22 Oktober 1945 merupakan seruan untuk mempertahankan Republik yang baru saja berumur dua bulan. Buah hasil dari seruan tersebut akhirnya NKRI bertahan sampai sekarang. Tanpa mengesampingkan peranan dan kontribusi elemen bangsa lainnya. 

Resolusi Jihad NU jika tidak dimaknai dengan baik oleh santri sesuai dengan zamannya. Maka hanya sekedar ungkapan belaka tema besar peringatan satu abad NU “Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru” dan “Generasi emas Indonesia pada tahun 2045” sebagai momentum satu abad kemerdekaan Indonesia. 

NU sebagai organisasi yang besar mempunyai banyak perangkat dalam mewujudkan kedigdayaan organisasi dan kebangkitan baru sekaligus menciptakan generasi emas Indonesia pada tahun 2045.

Tataran pelajar ada IPNU maupun IPPNU yang merupakan medium kaderisasi NU di sekolah-sekolah. Tataran mahasiswa ada PMII maupun KOPRI yang merupakan medium kaderisasi NU di kampus-kampus. Kemudian ada GP Ansor maupun Fatayat yang merupakan medium kaderisasi NU di tataran pemuda. 

NU masa depan ditentukan oleh masing-masing medium kaderisasi NU tadi yang merupakan masa depan NU. Termasuk dalam mewujudkan tema besar satu abad NU sekaligus mewujudkan generasi emas Indonesia pada tahun 2045.

Soal bagaimana mewujudkannya tentu medium kaderisasi NU sebut saja santri di tataran pelajar, mahasiswa maupun pemuda sudah mempunyai perangkat ataupun konsep yang sangat baik. 

Segala perangkat ataupun konsep harus mempersiapkan dan menguasai segala sektor tanpa meninggalkan kaidah al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah.

Sembilan sektor yang harus dipersiapkan dan dikuasai, antara lain:

1. Ekonomi

Kedigdayaan organisasi tidak mungkin terwujud tanpa adanya kemandirian ekonomi. Perlu diingat NU sebelum resmi menjadi organisasi mempunyai gerakan Nahdlatul Tujjar merupakan gagasan kebangkitan ekonomi yang mengusung ekonomi kerakyatan. 

Tentunya gagasan tersebut dimaksudkan agar NU sebagai organisasi mempunyai kemandirian ekonomi tanpa bergantung banyak terhadap pihak lain. 

Peran santri NU dari berbagai tataran tadi adalah merumuskan pembaruan-pembaruan gagasan ekonomi sekaligus menjadi ekonom-ekonom yang Aswaja. 

2. Sosial 

Dalam bidang ini tentunya sudah menjadi tanggungjawab moral seluruh warga NU terkhusus para santri. Apapun masalah yang timbul di masyarakat santri NU harus mempunyai solusi dalam menyelesaikan masalah. 

Karena pada dasarnya NU bukan sekadar organisasi keagamaan. Namun juga merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang harus punya peran dalam penyelesaian masalah. 

3. Politik

Gagasan politik NU adalah politik kebangsaan bukan politik kekuasaan. Namun bukan berarti NU menjauh dari politik. Maksud dari politik kebangsaan NU adalah mengutamakan kepentingan bangsa sekaligus menegaskan bahwa NU berada di semua golongan dan kekuatan politik. 

Peran santri NU secara kelembagaan turut serta dalam mengkampanyekan politik kebangsaan. Tapi bukan berarti sebagai individu tidak boleh berpolitik praktis. 

Bahkan perlu ada santri-santri terjun ke politik praktis. Agar bisa mengawal dan membawa gagasan besar NU dari dalam. 

Yang perlu ditegaskan adalah NU sebagai organisasi keagamaan dan sosial masyarakat bukan partai politik yang mengusung politik kebangsaan. 

4. Budaya 

NU merupakan organisasi yang berakar pada tradisi nusantara. Sebagai santri, mempunyai peran sangat penting dalam bidang budaya. Agar identitas NU sebagai bangsa Indonesia tidak luntur atau bahkan hilang yang tergerus dalam budaya global.

Maka perlu santri menjadi budayawan-budayawan baru. 

5. Hukum

NU mempunyai akar tradisi Bahtsul Masail dalam merembug hukum suatu hal. Perlu adanya mempersiapkan santri yang siap menjawab persoalan-persoalan yang muncul setiap kurun sangat beragam dan bertambah kompleks sementara tidak seluruh aturan-aturan hukum bisa diketahui secara langsung. Tanpa mengesampingkan mempersiapkan orang-orang yang cerdas dalam hukum positif. 

6. Pendidikan

Tan Malaka mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan. 

Santri NU di segala tataran juga harus menyiapkan segala hal terkait pendidikan tanpa mengesampingkan nilai-nilai Aswaja. 

7. Sains

Diskursus tentang sains dikalangan NU masih sangat minim. Walaupun NU sebagai organisasi yang berakar pada tradisi kuat. Hal tersebut jangan dijadikan alasan untuk menutup diri dalam pergulatan wacana tentang sains. 

Perlu metode khusus dalam bidang ini, mau tidak mau santri juga harus menguasai. Agar dalam setiap persoalan pertentangan sains dan agama NU bisa menjawabnya. 

8. Teknologi Digital

Hal krusial dan sangat penting yang perlu perhatian lebih oleh para santri NU. Era sekarang teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. 

Sebagai organisasi fleksibel yang selalu bisa beradaptasi dengan segala zaman. Santri harus mempersiapkan sangat baik. 

Inovasi dan kolaborasi adalah kunci dalam perkembangan zaman. 

9. Agama

Penegasan NU sebagai organisasi keagamaan juga sangat diperlukan. Terkadang masih ada saja agama dijadikan alat untuk mencapai kekuasaan atau bahkan menjadi alat perpecahan bangsa. 

Tentunya santri yang sedari dulu dididik soal agama harus bisa mengambil peran dalam moderasi beragama. 

Kesimpulan dari sembilan sektor tadi adalah kelak NU mempunyai Ahli Ekonomi, Aktivis Sosial, Politisi, Budayawan, Praktisi Hukum, Pendidik profesional, saintis, ahli IT dan agamawan moderat. 

Tentang penulis: Mochamad Nur Habib merupakan kader kultural NU, saat ini menekuni dunia fotografi.

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com