fbpx

TIMELINE PECAHNYA JIPANG MENJADI BAGIAN BLORA DAN BOJONEGORO

Panolan pertama kali muncul pada Babad Tanah Jawi. Dimana Sultan Pajang menyerahkan wilayah ini kepada putranya, Pangeran Benowo. Bahwa Panolan adalah sama dengan Jipang-Panolan, ibukota Jipang, pasca runtuhnya hegemoni sesaat Arya Jipang.
Peta wilayah Jipang Panolan.

BLORANEWS, Panolan pertama kali muncul pada Babad Tanah Jawi. Dimana Sultan Pajang menyerahkan wilayah ini kepada putranya, Pangeran Benowo. Bahwa Panolan adalah sama dengan Jipang-Panolan, ibukota Jipang, pasca runtuhnya hegemoni sesaat Arya Jipang.

Setelah Pagiyanti 1755, Jipang masuk menjadi bagian mancanegara Kasultanan Jogjakarta. Panolan yang waktu itu merupakan bagian dari Jipang, belum menjadi bagian dari Blora. Dan sampai awal abad 19, luas wilayah Panolan diperkirakan mencakup wilayah Kecamatan Cepu sampai Kecamatan Jati. Atau kurang lebih separuh dari wilayah Kabupaten Blora sekarang.

Pada saat ini, nama Panolan dapat dijumpai sebagai nama desa kecil yang berlokasi di bantaran Bengawan Solo dan terletak 3 km dari desa Jipang.

Berikut Timeline apa yang terjadi sebenarnya.

1800. Lalu lintas perdagangan di Bengawan Solo masih ramai dengan kapal-kapal dagang dari Surakarta menuju Gresik dan juga sebaliknya. Komoditas pedalaman diekspor, berupa beras, dan dari Gresik ke pedalaman berupa garam. Karena VOC yang menguasai Jawa mengalami kesulitan ekonomi, maka seluruh wilayah jajahannya diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda.

1807. Pangeran Diponegoro menikah dengan putri Bupati Panolan (Notowijoyo III).

1808. Daendels menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda, atas alasan kepentingan militer, memberlakukan monopoli perdagangan kayu jati. Ia menginginkan wilayah hutan Panolan karena dekat dengan bengawan dan memiliki hutan Jati dengan kualitas terbaik di Jawa. Daendels kemudian meminta akses ke wilayah Panolan kepada Sultan, dan ditentang oleh Bupati Wedana Jipang, Raden Ronggo (Madiun).

Terjadi konflik antara Kasunanan (Pakubuwana IV) dengan Kasultanan, dengan harapan Belanda akan membantu Surakarta mengalahkan Jogjakarta.

1810. Jogjakarta diserbu oleh Daendels dan menurunkan tahta Sultan Hamengkuwono II, kemudian mengangkat Hamengkubuwono III.

1810. Daendels menyuruh Bupati Padangan dan Panolan untuk menyerang Raden Ronggo yang memberontak, tapi tidak dilaksanakan sepenuhnya. Raden Ronggo kemudian terbunuh oleh pasukan kompeni.

1811. Daendels meminta seluruh wilayah Jipang kepada Kasultanan Jogjakarta dan wilayah Blora kepada Kasunanan Surakarta. Daendels juga meminta wilayah bernama Telang, Blora (utara Padangan?)

Sir Thomas Stamford Raffles dari Inggris mengganti kedudukan Daendels sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda.

1812. Raflles mengukur ulang wilayah Jogjakarta dan Surakarta. Mendapati bahwa populasi penduduk Panolan menurun drastis.

1814. Raffles menjadikan Jipang sebagai Residen tersendiri dan memindahkan Ibukota Jipang, dari Panolan ke Padangan. Kondisi Padangan pada waktu itu diketahui sebagai bandar niaga sungai, kapal-kapal laut bisa langsung masuk ke Padangan via Kali Miring Gresik.

1815. Sensus penduduk dilakukan oleh Raffles, dimana Jipang masih terdiri dari 6 afdeling (Kabupaten): Panolan, Padangan, Rajekwesi, Sekarang, Bowerno, Jenawun (Tinawun).

Raffles kembali ke Inggris, Jawa dikembalikan lagi sepenuhnya kepada Belanda.

1816. Residen Jipang dihapus oleh Belanda, seluruh wilayah Jipang, masuk menjadi wilayah Residen Rembang, setelah sebelumnya wilayah Blora dan Tuban. Pusat pemerintahan Jipang berpindah menuju Bowerno. Seluruh bagian Residen Jipang, termasuk Panolan, telah berubah status, dari Kabupaten (Afdeling) menjadi Kawedanan (Distrik).

1820. Paku Buwana IV wafat. Alun-alun Blora dibuat baru, 5 km arah selatan Kabupaten lama.

1821. Terjadi wabah Kolera, termasuk Jipang dan Blora. Sebagian besar penduduk desa menduga bahwa penyebab wabah ini adalah karena konflik internal 2 kerajaan Mataram.

Jumlah pekerja Blandong di Panolan meningkat.
Kemelut terjadi ketika Sikep di Panolan mengalami masa peralihan, pajak Kasultanan berupa taker tedhak, wang bekti, gugur gunung, and pegawéyan tidak diketahui kemana tujuannya.

1822. Penunjukan pejabat lokal Panolan oleh Bupati Blora. Statistik kejahatan di Bengawan Solo meningkat tajam.

1823. Bupati Blora dilengserkan dari jabatannya karena dugaan penyalahgunaan wewenang. Dibuang ke Rembang dan diganti putranya yang lebih pro Belanda.

1824. Muncul isu kemunculan Ratu Adil (oleh Diponegoro). Kabupaten Jipang diganti Rajegwesi. Pusat kota juga berpindah ke Rajegwesi. Kawedanan Panolan masuk menjadi bagian Kabupaten Blora.

1825. Perang Diponegoro dimulai di Jawa. Bupati Rajegwesi (Purwonegoro) dilengserkan oleh kompeni. Diganti dengan putra sulungnya yang pro Belanda.

1827. Sosrodilogo (saudara ipar Diponegoro) berhasil mengalahkan pasukan kompeni di Cabean. Rajegwesi dan Blora diambil alih olehnya.

1828. Rajegwesi dan Blora dikuasai kembali oleh Belanda.

1828. Alun-alun Rajegwesi dipindah 5km ke arah selatan. Berganti nama menjadi Bojonegoro.

Tentang penulis: Totok Supriyanto merupakan pemerhati sejarah dan budaya.

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com