Blora, BLORANEWS – Berbagai inovasi dilakukan untuk menurunkan angka stunting di Kabupaten Blora. Hasilnya luar biasa. Angka prevalensi stunting tinggal 7,87 persen (3.704 balita). Data ini sesuai pelaporan rutin berbasis Aplikasi Online Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) tahun 2022.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blora Edy Widayat mengaku, berbagai inovasi dilakukan untuk mendukung pencegahan dan penanggulangan stunting di Kabupaten Blora. Semua stakeholder turun tangan. Bareng-bareng untuk mengeroyok hal ini.
“Ada belasan inovasi lebih untuk penanggulangan stunting ini,” tegasnya.
Belasan inovasi tersebut adalah Pemberian Makan Pada Bayi dan Anak (PMBA). Salah satu jenisnya adalah suplementasi Kelor.
Inovasi berikutnya, Terapi Baru Perbaikan Gizi Dengan Kelorina (TEBAR PEZONA), Gerak Ulur Atasi Stunting (GELURANTING) dan Beri Pijat Oksitosin dengan Minyak Essensial Lavender (BERAKSI). Ada juga Kader Peduli Bayi dan Balita Beresiko (KALIBABAR), Tepung Kelor untuk Emak /Ibu Menyusui (TELOR MAKSI) serta Gerakan terpadu Kesehatan Ibu dan anak (GERDU KIA).
Berikutnya inovasi yang melibatkan berbagai kalangan masyarakat bawah. Dinamakan inovasi Remaja Blora Sehat Bebas Anemia (REMBO SETIA), Dasa Wisma Pendamping stunting (DAWIS PENTING), Lomba Desa/Kelurahan Stunting, Kelompok Pendukung Air Susu Ibu (KP-ASI), Laborat Stunting (2022). Selain itu ada Kampus Peduli Stunting dan Pendampingan stunting dari CSR, UMKM, RS, ORMAS (2022).
“Bekat kerja keras selama ini, Kabupaten Blora menjadi rujukan belasan kabupaten kota dalam penanganan Stunting,” tegasnya.
Edy menambahkan, berbagai upaya dilakukan untuk penurunan angka stunting. Mulai dari intervensi spesifik dan sensitif untuk pencegahan dan penanggulangan stunting sesuai dengan tupoksi OPD terkait. Intervensi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) pada masa Ibu hamil sampai dengan anak berusia 2 tahun (Golden Age).
“Target penurunan prevalensi stunting pada balita di fokuskan pada kelompok umur 0-2 Tahun,” imbuhnya.
Menurutnya, intervensi stunting pada kelompok umur 0-2 Tahun dilakukan melalui Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Eksklusif, MP-ASI, Imunisasi, Sanitasi yang layak.
Selanjutnya, Pemberian/suplementasi syrup zink untuk bayi resiko stunting (resiko stunting PB ≤ 48 Cm). Selanjutnya praktek baik/inovasi untuk percepatan penurunan stunting di Kabupaten Blora.
“Penyebab stunting paling besar terjadinya stunting di Kabupaten Blora karena Pola Asuh. Apalagi pada masa Pandemi covid-19, kemisiknan menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting karena di masa pandemi covid-19 daya beli masyarakat untuk memenuhi pangan yang bergizi menurun,” tambahnya. (sub)