fbpx
OPINI  

PANDAI KERIS

PANDAI KERIS
Ilustrasi

Dari semua hasil metalurgi, keris merupakan benda yang paling terkenal. Legenda Jawa kemudian menempatkan pembuatnya menjadi sangat istimewa dan diberkahi, sebagai pandai senjata magis, yang oleh kekuatan supranatural, mereka mampu membuat keris tanpa membutuhkan alat apapun, lutut mereka untuk landasan, dengan ibu jari dan jari-jari yang lain mereka mampu menakhukkan besi itu dan menguleninya sesuai bentuk yang diinginkan.

Barulah di awal abad 20 terdapat tulisan cukup gamblang dan lengkap bagaimana keris itu dibuat oleh pandai senjata. Tulisan itu datang dari seorang Isaac Groneman, yang tinggal di istana Keraton Jogjakarta sebagai dokter pribadi Sultan Hamengkubuwana VI, saat ia memesan 5 keris pada pandai keraton. Sultan kemudian meminta kepada Groneman agar ia menyaksikan seluruh proses pengerjaan keris. Berita yang dibuat oleh Groneman merupakan sumber yang paling lengkap tentang pembuatan keris, tentang proses penempaannya dan terutama tentang pembuatan pamor telah ditulisnya secara berulang-ulang dan secara panjang lebar.

Peralatan pandai senjata dibedakan dari seorang pandai biasa, terutama karena banyak alat yang istimewa, yang diperlukan untuk membuat senjata yang rumit. Untuk teknik pembuatan pamor, dan untuk membuat bilah keris yang memiliki tekstur bergelobang dan juga bentuk meliuk-liuk. Senjata yang seringkali rumit ini memang memerlukan peralatan istimewa. Banyak jenis pelandas, palu, tatah, ububan tabung, kikir, pemutar skrup, tongkat skrup dan tabung ububan adalah termasuk peralatan yang biasa.

Pamor disebut sebagai hasil suatu proses dimana baja dan besi yang mengandung nikel ditempa bersama. Di antara tiga lapis baja ( besi tempa tua atau baja), diselipkan dua lanis besi pamor, lima lapis itu ditempa menjadi tongkat panjang yang dipotong menjadi tiga bagian atau lebih, yang seringkali diputar seperti sekrup. Semua potongan ini dipasang antara satu di atas yang lain dan ditempa secara kontinyu. Sebelum di tempa menjadi bentuk bilah keris, proses ini diulangi sehingga mencapai 50 bagian besi dan pamor. Kemudian baru memulai penempaan bentuk, sehingga bilah keris dan pegangannya mencapai bentuk terakhir. Ternyata, sampai dengan proses ini, segala jenis pola pamor yang banyak jumlahnya, belum nampak pada potongan tempa. Untuk menampakkan pamor, bilah keris harus lama ditaruh seluruhnya di dalam cairan. Berjam-jam benda itu diulasi air jeruk, arsenik, atau amoniak, dicuci, digosok dengan abu, dicuci lagi dan dipoles. Sehingga dengan itu besi yang mengandung karbonat terbuang, sedangkan besi pamor hampir tidak tersentuh, menjadi lebih seperti relief dan tetap mengkilat seperti perak.

Seorang pandai senjata Jawa, menurut Raffles, juga menurut Groneman adalah empu yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi di masyarakat. Yang harus hidup terpisah sebelum memulai pekerjaannya , dan membawa sesajen, agar tidak gagal dan dapat memancarkan kekuatan dari dirinya. Sesajen itu hanya dibawa pada hari pertama saat pembuatan keris, terdiri dari Tumpeng Robyong. Ialah tumpukan nasi yang berbentuk kerucut, yang berhias sejumlah lauk, sebagian sebagai perlambang bagian-bagian keris, tetapi sebagian lagi menggambarkan jeroan dari suatu roh jahat, yang setelah dibunuh oleh sesajen itu, tidak merugikan baik pandai maupun pekerja, maupun benda senjata yang akan dibuat.

Yang terpenting adalah bahwa orang-orang itu bekerja pada hari-hari yang baik. Karena itu dan dengan menunggu hari-hari baik dan banyak waktu yang dilewati, sebuah pekerjaan yang memakan waktu hanya  40 – 50 hari bila dilakukan secara terus menerus, dapat dikerjakan selama satu tahun penuh.

Tentang penulis: Totok Supriyanto adalah pemerhati sejarah dan budaya.

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com