Bentangan sejarah telah merekam kelahiran para pemikir yang dianggap sebagai pembunuh tuhan. Identitas itu disematkan pada mereka yang dirasa telah membongkar ortodoksisme. Mereka adalah minoritas manusia yang diidentifikasi sebagai atheis.
Yang terpopuler, kita mengenal pemikir seperti feuerbach yang menganggap, “Agama mengasingkan manusia dari dirinya sendiri,” Karl Marx yang menyampaikan, “Agama adalah candu,” dan Nietzsche yang menggemakan, “God is dead.” Pemikir termaksud dianggap minor, dis rasional, pengacau tatanan keagamaan dan penghianat tuhan.
Namun ketika kita nalar lebih dalam lagi, kita akan menemukan garis dimana arah argumentasi tersebut bukan pada pengingkaran terhadap eksistensi tuhan. Seperti halnya yang dikatakan Marx, “Agama adalah sekaligus ungkapan penderitaan yang sungguh-sungguh dan protes terhadap penderitaan yang sungguh-sungguh. Agama adalah keluhan makhluk yang tertekan perasaan dunia tanpa henti, sebagaimana Ia adalah suatu roh zaman yang tanpa roh. Ia adalah candu rakyat.” Dalam sepenggal ungkapannya, Marx ingin menegaskan bahwa Agama hanya dianggap sebagai pelarian karena realitas yang kejam memaksa manusia untuk melarikan diri. Situasi yang mencekik lahir dan batin memaksa manusia mencari dzat yang maha baik, maha kuat, mahakuasa dan maha adil. Dan pada situasi itulah manusia mengakui keberadaan tuhan & menggantungkan nasib kepadanya.
Jadi pernyataan “Tuhan terlahir dari penderitaan manusia” sangatlah logis. Bukan bermaksud mengingkari eksistensi tuhan, melainkan sebaliknya. Pernyataan itu mengarah pada kritik tajam terhadap manusia. Manusia sangatlah egois, congkak & serakah. Hanya penderitaan, kesusahan & kesengsaraanlah yang membuat manusia mengingat dan mengakui secara khusyuk keberadaan tuhan. Ketika yang menyertai adalah kebahagiaan, kemewahan dan ketentraman, manusia secara otomatis akan meninggalkan kekhusukannya dalam mengingat tuhan.
Dan yang terakhir, bagi beberapa orang yang menghindari bahkan mencerca bacaan-bacaan diatas hanya karena dalih atheisme, silahkan dioptimalisasi kembali penalarannya. Karena hal itu adalah argumen yang tak bernalar dan sikap yang tak berkelamin.
Referensi: Pemikiran Karl Marx; dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme (Franz Magnis-Suseno).
Tentang Penulis : Mohammad Sodikhin Kasravi (Petani Termiskinkan) adalah kader PMII cabang Blora.
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com