Blora – Kabar gembira bagi kalangan tenaga pendidik Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Kabupaten Blora. Pasalnya, sebentar lagi Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Blora bakal mengeluarkan surat penugasan sebagai legalitas bagi GTT/PTT yang menjadi persoalan selama ini.
Kepala Dindik Blora, Hendi Purnomo mengatakan bahwa pemerintah daerah saat ini tengah menyiapkan surat penugasan sebagai legalitas yang menjadi tuntutan para GTT/PTT. Surat penugasan ini bakal diterbitkan pada tahun ajaran baru.
“Persoalan GTT/PTT ini sebenarnya memang sudah lama. Pemerintah daerah secara bertahap memikirkan mereka (GTT/PTT), terkait legalitas. Datanya sudah kita verval (verifikasi dan validasi) sesuai dengan aturan. Kita sudah siap, rencana kami akan berikan pada tahun ajaran tahun baru, sekitar bulan Juni dan Juli,” terangnya, Senin (24/05).
Surat penugasan itu, lanjut Hendi, dasarnya verval itu dilihat dari beban kerja dan analisa jabatan. Dengan dikeluarkannya surat penugasan itu, maka pihaknya akan mempunyai kewenangan untuk mengatur penempatannya.
“Selama ini, GTT/PTT itu kan kewenangan Kepala Sekolah (Kepsek), Dinas tidak punya kewenangan untuk mengatur karena yang mengangkat Kepsek. Kita buatkan surat penugasan, nanti kita punya kewenangan. Sekolah yang kekurangan guru kita back up, kita geser sekolah yang punya GTT berlebih,” tambahnya.
Menurutnya, kewenangan dari Dindik dalam penempatan GTT/PTT akan disesuaikan dengan domisili tenaga. Hal ini agar para GTT/PTT dapat bekerja secara maksimal.
“Tidak ada istilah buang jauh tidak ada. Tidak hanya GTT/PTT, yang PNS juga sama (jika ada pergeseran),” ujarnya.
Selain itu, Hendi menjelaskan pihaknya juga membantu para GTT/PTT yang agar masuk dalam Data Pokok Pendidikan atau Dapodik dan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) serta menganjurkan untuk mengikuti Sertifikasi Pendidik (Serdik).
“Kita bantu dengan Dapodik dan NUPTK baru terakhir Maret 2019. Kalau (seleksi) setelah Maret 2019 belum kita carikan solusi, kita selesaikan yang lama. Biarpun tidak banyak, tapi ada,” kata Hendi.
Sementara itu mengenai kesejahteraan para GTT/PTT, dirinya mengupayakan dengan cara kolaborasi antara dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dengan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) dengan beberapa ketentuan, seperti grade dan masa kerja.
“Pemda ingin guru itu kewajibannya sama, haknya mendekati yang sama. Antara sekolah yang kecil dan sekolah yang besar. Selama ini GTT/PTT kesejahteraannya lumayan yang sekolahnya besar, karena muridnya banyak notabene BOS-nya banyak, akhirnya bisa memberikan honor ke GTT besar. Lha sekolah yang muridnya kecil, haknya sedikit. Misalnya dari sekolah, dana BOS mampu 300, kekurangannya dipenuhi daerah 450 ribu,” jelasnya.
Besaran honorarium untuk GTT/PTT yang terdaftar sebagai tenaga honorer kategori II (K2) ditetapkan berdasarkan standar biaya yang berlaku dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.
Bagi GTT yang tidak terdaftar sebagai tenaga honorer K2 besaran honorarium yang dibebankan pada RKAS-BOS Reguler dan APBD berdasarkan masa kerja dengan penggolongan sebagai berikut;
GTT SMP dengan masa kerja 4 tahun lebih paling rendah Rp 1 juta perbulan.
GTT SMP dengan masa kerja kurang dari 4 tahun paling rendah Rp 800 ribu perbulan.
GTT SD dengan masa kerja 4 tahun lebih paling rendah Rp 750 ribu.
GTT SD dengan masa kerja kurang dari 4 tahun paling rendah Rp 600 ribu perbulan.
Sedangkan untuk PTT yang tidak terdaftar sebagai tenaga K2, besaran honorarium ditetapkan berdasarkan masa kerja dengan penggolongan sebagai berikut;
PTT dengan masa kerja 4 tahun lebih paling rendah Rp 500 ribu perbulan.
PTT dengan masa kerja kurang dari 4 tahun paling rendah Rp 400 ribu perbulan. (Jay)