Blora – Sejak 2019 Pemerintah Kabupaten Blora tidak mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pertambangan minyak bumi yang sebelumnya bagi hasil tersebut menjadi pendapatan daerah.
Plt Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (BPPKAD), Slamet Pamudji, mengungkapkan, secara signifikan Blora bukan penghasil minyak bumi. Meskipun terdapat sentra pertambangan minyak bumi, misalnya di Ledok, Nglobo, dan Semanggi tetapi hasil produksinya masih kalah jauh jika dibandingkan dengan produksi dari kabupaten tetangga yakni Bojonegoro.
“Hasil produksinya itu masih sangat kecil, masih jauh dari Exxon Mobile di Bojonegoro,” ungkapnya, Sabtu (08/05).
Dirinya mengatakan, DBH dari minyak yang diterima oleh Kabupaten Blora besarannya ditentukan oleh pemerintah pusat, hingga kenapa di dua tahun terakhir Blora tidak mendapatkan pendapatan atau nol rupiah.
“Jadi itu yang menghitung pusat. Bisa jadi karena harga minyak turun,” katanya.
Tercatat pada 2017 Kabupaten Blora mendapat bagi hasil Rp 1 miliar dari pertambangan minyak. Kemudian pada 2018 mendapat Rp 11 miliar. Mulai 2019 dan 2020 Kabupaten Blora tidak lagi mendapatkan DBH tersebut.
Mumuk sapaan akrab Slamet Pamudji menganggap sebuah kewajaran ketika bagi hasil dari sektor pertambangan minyak bumi dinilai kecil. Meski Blora masuk dalam wilayah kerja pertambangan, akan tetapi regulasi mengatakan bahwa perhitungan bagi hasil berdasarkan di mana minyak itu diproduksi.
“Blora karena memang tidak ada produksi (yang signifikan),” ujar Mumuk.
Sebagai informasi, Kabupaten Blora masih mendapat kucuran pendapatan dari sektor gas. Tercatat dari bagi hasil pertambangan gas bumi pada 2019 Kabupaten Blora mendapat Rp 26,7 miliar kemudian pada 2020 mendapat Rp 16,5 miliar. (Spt)