CEPU – Desa Ngloram kecamatan Cepu merupakan sebuah yang berada tidak jauh dari Bengawan Solo, sungai terpanjang di pulau Jawa. Siapa sangka, di desa kecil ini terdapat sebuah peninggalan sejarah yang membuktikan kekuatan politik Blora pada abad XI Masehi. ketika itu, Lwaram yeng merupakan sekutu kerajaan maritim terbesar di Indonesia berhasil menaklukkan kerajaan Medang dengan mengalahkan raja terakhirnya, Dharmawangsa Teguh.
Oleh masyarakat desa Ngloram, kawasan seluas satu hektar ini dikenal sebagai Punden Nglinggo, Punden Ngloram atau Punden Wurawari. Nama Ngloram merupakan perubahan pelafalan dari kata Lwaram. Hal ini diperkuat dengan analisa dari para ahli Toponimi yang pernah meneliti situs ini.
Lwaram (sekarang desa Ngloram kecamatan Cepu) diperintah oleh seorang (H)Aji, dalam bahasa jawa kuno berarti raja bawahan, yang bernama Wurawari. Hubungan antara Lwaram dengan Sriwijaya adalah hubungan persahabatan. Sebagian peneliti menganggap hubungan kedua kerajaan ini adalah atasan-bawahan.
Dua kerajaan besar di nusantara saat itu, Sriwijaya dan Medang masing-masing berambisi untuk menguasai politik asia tenggara. Keduanya, membina persahabatan dengan kekaisaran Cina. Sayangnya, kedua kerajaan ini harus saling menyerang setelah kerajaan Medang memblokade jalur laut internasional saat itu.
Kerajaan Sriwijaya tidak tinggal diam, sekutu kerajaan maritim di pulau Jawa pun diajak bekerja sama untuk menyerang kerajaan Medang. Sekutu ini adalah Lwaram yang diperintah oleh (H)Aji Wurawari. Rencana ini berjalan mulus karena sang raja Lwaram pun menaruh dendam karena lamarannya kepada putri kerajaan Medang ditolak oleh sang raja, Dharmawangsa Teguh.
Raja Dharmawangsa Teguh berencana menikahkan putrinya dengan seorang pangeran dari Bali yang bernama Airlangga. Pada hari pernikahan pangeran Airlangga dan putri Raja Dharmawangsa, kerajaan Medang pun diserang habis-habisan oleh pasukan (H)Aji Wurawari yang diperkuat dengan bala bantuan dari Sriwijaya. Raja Dharmawangsa Teguh gugur dalam peristiwa ini.
Gugurnya Raja Dharmawangsa Teguh ini membuat kerajaan-kerajaan di pulau Jawa memerdekakan diri. Serangan pada hari pernikahan ini diberi nama Mahapralaya Medang (kematian besar Medang). Peristiwa bersejarah ini dicatat dalam Prasasti Pucangan yang berangka tahun 963 Tahun Saka / 1041-1042 Masehi.
Dengan adanya peristiwa Mahapralaya Medang ini jelaslah bahwa sejak jaman dulu, para pemimpin di Blora memiliki peran besar dalam percaturan politik di nusantara.
Editor : Sahal Mamur
Foto : http://www.blorakab.go.id/
Sumber : Jawatimuran.net dan Berbagai Sumber