Blora- Peristiwa pembersihan simpatisan Partai Komunis Indonesia di Blora merupakan fakta sejarah yang tak terbantahkan.
Sepanjang tahun 1965-1966 di Blora dilakukan pengejaran, penangkapan dan tindakan kekerasan lainnya kepada simpatisan partai komunis ini.
Buku Tanah Berdarah di Bumi Merdeka memaparkan kesaksian-kesaksian pelaku sejarah September 1965-1966 di Blora. Berikut ini catatan-catatan penting situasi politik menjelang peristiwa pembersihan simpatisan PKI 1965-1966 di Blora.
- Secara umum ada empat elemen besar yang terlibat dalam peristiwa penumpasan simpatisan PKI Blora 1965-1966 di Blora. Empat elemen tersebut adalah PKI, PNI, Nahdlatul Ulama dan Hansip Bamunas BP Komando Distrik 0721 Blora.
- Dua tahun sebelum peristiwa penumpasan simpatisan PKI 1965-1966 di Blora, situasi politik antar aprtai di Blora telah memanas.
- Menjelang tahun 1965, PKI mengadakan perayaan ulang tahunnya di kecamatan Cepu sebagai show of force (unjuk kekuatan).
- Tiga partai politik besar bersaing merebut simpati masyarakat Blora. Partai-partai tersebut adalah PNI, PKI dan Nahdlatul Ulama. Partai Masyumi dibubarkan beberapa tahun sebelumnya.
- Tiga partai politik besar tersebut memiliki sayap-sayap partai.
- PNI memiliki Gerakan Pemuda Marhaen (GPM), Gerakan Wanita Marhaen (GWM) dan Pertani.
- PKI memiliki Pemuda Rakyat, Gerwani, BTI, SOBSI, Lekra dan PGRI non-Vaksentral
- Nahdlatul Ulama memiliki Gerakan Pemuda Ansor, Muslimat, Fatayat, Sarbumusi, Lesbumi, Pertanu, IPNU dan IPPNU.
- Selain mengakomodir massa melalui organisasi sayap, tiga partai besar tersebut juga memiliki pos-pos strategis di berbagai bidang.
- PNI menguasai : PT Perhutani dan jabatan-jabatan pemerintahan (termasuk pamong-pamong desa dan sebagainya).
- PKI menguasai : Perusahaan Minyak dan Gas Negara (Permigan), PJKA, Kantor Telepon, dan Rumah Sakit Umum.
- NU menguasai : Departemen Agama.
- Tiga partai besar tersebut mengobarkan perang isu. Isu yang diangkat oleh dua partai di luar PKI tersebut adalah Pelaksanaan Landreform, pelaksanaan Undang-undang Pemberlakuan Bagi Hasil (UUPBH) dan isu atheisme PKI. Isu atheisme PKI ini diperkuat dengan isu pementasan kesenian Matine Gusti Allah / Matinya Tuhan oleh aktivis PKI.
- Perang isu ini menimbulkan koflik segitiga antara tiga partai besar tersebut.
- NU dan PNI memberikan label Wong 48 kepada simpatisan PKI, PKI dianggap bertanggung jawab atas peristiwa affair madiun 1948.
- Pada tanggal 2 Oktober 1965, kabar pembunuhan para jenderal sampai di Blora.
- Pertengahan Oktober 1965 suhu politik di Blora memanas, sayap-sayap partai melakukan tindakan kekerasan kepada simpatisan PKI.
- Salah satu peristiwa pembersihan simpatisan PKI adalah didatanginya kediaman Darmawan (aktivis PKI Blora) di Mlangsen oleh sekumpulan massa yang dipimpin oleh Darno Wiwoho (aktivis GSNI).
- Pada tanggal 26 Oktober 1965 diberlakukan Darurat Militer oleh Pangdam Jawa Tengah.
- Dibentuk barisan sipil Pertahanan Rakyat (Hanra) Garuda Pancasila yang terdiri dari para pemuda sayap-sayap partai non PKI. NU sendiri mengirim anggota Banser untuk memperkuat Hanra Garuda Pancasila.
Editor : Sahal Mamur
Foto : Lampiran buku Tanah Berdarah di Bumi Merdeka.
Sumber : Buku Tanah Berdarah di Bumi Merdeka karya Dalhar Muhammadun.