Sambong- Ratusan sedulur sikep berbusana serba hitam hadir dalam Temu Ageng Sedulur Sikep di Pendopo Samin, Dusun Blimbing Desa Sambongrejo Kecamatan Sambong Kabupaten Blora, Minggu (23/09).
Temu Ageng Sedulur Sikep yang merupakan rangkaian kegiatan Indonesiana 2019: Cerita Dari Blora ini, merupakan pertemuan besar pertama yang terselenggara dalam 100 tahun terakhir, sejak wafatnya Ki Samin Surosentiko.
Berdasarkan catatan sejarah, Ki Samin Surosentiko diasingkan pemerintah kolonial Hindia Belanda ke sawahlunto Sumatera Barat pada 18 Desember 1907 dan menghembuskan nafas terakhir pada tahun 1914.
“Semoga, kita dapat mempertahankan nilai-nilai yang diajarkan Mbah Samin. Mblandar dawakne (terus menyebarkan) ajaranipun Mbah Samin,” ucap sedulur sikep asal Kabupaten Pati, Gunarti.
Dalam kesempatan ini, sesepuh sedulur sikep Blora, yang juga tuan rumah Temu Ageng Sedulur Sikep, Pramugi Prawiro Wijoyo berpesan agar tetap memelihara kerukunan seperti diajarkan Ki Samin Surosentiko.
“Mugi-mugi, pertemuan seperti ini akan kembali dilakukan di masa mendatang. Baik itu di Kudus, di Pati, atau di Bojonegoro,” harapnya.
Dalam pertemuan tersebut, para tokoh sedulur sikep seperti Pramugi, Lasio dan Poso (Blora), Gunretno dan Gunarti (Pati), Budi Santoso (Kudus), Bambang Sutrisno (Bojonegoro) saling bertukar pikiran tentang nilai-nilai yang diajarkan Ki Samin.
Di sela acara, diserahkan pula sertifikat penetapan Sedulur Sikep Samin Blora sebagai Warisan Budaya Tak Benda kepada Pramugi Prawiro Wijoyo. Sertifikat tersebut ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhajir Effendy.
“Nilai-nilai ajaran Samin turun temurun dari generasi ke generasi dan masih tetap dipegang teguh hingga kini. Dalam ajaran Samin, apa yang diucapkan haruslah sama dengan apa yang dilakukan,” ucap Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Kebudayaan, Kemenendikbud RI, Sri Hartini. (jay)