Ploso-Kediren (02.07.2016) Gerakan pembangkangan sosial pernah terjadi di Kabupaten Blora sebagai respon atas tindakan pemerintah kolonial yang sewenang-wenang. Gerakan ini membuat pemerintah kolonial putus asa, akhirnya tokoh penggerak pribumi pun diasingkan ke luar jawa untuk memadamkan perlawanan ini. Sang penggerak perlawanan kaum pribumi ini bernama Samin Surosentiko dari Ploso-Kediren, Randublatung.
Samin Surosentiko lahir di Ploso-Kediren pada tahun 1895, ayahnya bernama Raden Surowijoyo yang dikenal dengan julukan Ki Samin Sepuh. Samin surosentiko memiliki nama kecil Raden Kohar. Predikat Raden menunjukkan status kebangsawanan pejuang ini.
Raden Kohar memiliki garis darah bangsawan yang terhubung dengan Kyai Keti dari Rajegwesi, Bojonegoro dan Pangeran Aryo Kusumowinahyu atau Kanjeng Raden Mas Adipati Brotodiningrat penguasa kabupaten Sumoroto (Tulungagung saat ini).
Dari trah ini, Raden Kohar mendapatkan pendidikan kebangsawanan Jawa yang ketat. Menginjak dewasa, Raden Kohar mengganti namanya menjadi Samin, sebuah nama kalangan rakyat jelata yang sejalan dengan gaya perjuangannya.
Samin Surosentiko memulai pengajarannya di desa Klopoduwur, Banjarejo-Blora pada tahun 1890. Anak didiknya berasal dari berbagai kalangan dan berbagai penjuru daerah. Saat itu, Samin Surosentiko mengajarkan ajaran kebatinan kepada para anak didiknya. Pada 1903, Residen Rembang mencatat bahwa pengikut ajaran Samin Surosentiko adalah sebanyak 772 orang dari berbagai kota.
Selanjutnya, Samin Surosentiko mengajarkan perlawanan atas penindasan kolonial kepada rakyat kecil dengan cara pembangkangan. Tiga pembangkangan ajaran Samin Surosentiko adalah menolak membayar pajak, menolak bekerja pada Gubernmen (pemerintah kolonial) dan menolak menyetor gabah ke lumbung desa. Praktis, tiga pembangkangan ini membuat frustasi pemerintah kolonial.
Tahun 1907, pengikut Samin Surosentiko meningkat sebanyak 5000 pengikut. Gerakan pembangkangan dengan jumlah yang tidak sedikit membuat pemerintah kolonial harus berpikir keras untuk memadamkan pembangkangan tersebut.
Pada hari Jum’at tanggal 1 Maret 1907 bertepatan dengan 16 Suro 1325 Tahun Jawa sejumlah pengikut Samin Surosentiko ditangkap di daerah Kedungtuban-Blora. Namun, Samin Surosentiko dan pengikutnya tetap tidak menyerah dan tetap meneruskan pembangkangannya.
Pada hari Jumat tanggal 8 November 1907 bertepatan dengan tanggal 2 Sawal 1325 Tahun Jawa, Samin Suro Sentiko didaulat sebagai Ratu Adil yang bergelar Prabu Panembahan Suryangalam oleh para pengikutnya.
Peristiwa ini membuat pemerintah kolonial mencari cara untuk memadamkan perlawanan pejuang Kota Sate ini [.]
Editor : Ismu Ngatono
Foto : Bloranews
Sumber : Budaya dan Perilaku Masyarakat Penganut Saminisme oleh Huzer Apriansyah (FISIP UNSOED/2005)
BACA JUGA
SAMIN SUROSENTIKO (1859-1930) : PEMBANGKANGAN RAKYAT MELAWAN PENINDASAN KOLONIAL (BAGIAN II)