Legenda Tiga Serangkai Soreng merupakan cerita makam atau punden Eyang Jati Kusuma yang terdapat di Desa Janjang, Kecamatan Jiken. Makam tersebut masih dianggap keramat (bahasa Jawa dipundi). Oleh sebab itu disebut punden yang sering dikunjungi orang untuk meminta berkah. Menurut tradisi lisan yang berkembang di Desa Janjang, kedua orang yang dimakamkan merupakan putra (sentono dalem) dari Kerajaan Pajang yang pergi meninggalkan kraton dan mengembara. Sampai di Desa Janjang, keduanya berhenti dan menetap di situ. Karena tempatnya tinggi ia dapat melihat kemana saja dengan jelas. Oleh sebab itu dinamakan Janjang (artinya jelas). Kemudian tempat itu menjadi Desa Janjang. Pengaruh Eyang Jati Kusuma makin meluas hingga daerah Semanggi Kecamatan Jepon, Desa Besah dan Sambeng Kecamatan Kasiman. Daerah itu dijaga oleh para punakawan. Di tempat itu Eyang Jati Kusuma dan Eyang Jatiswara melakukan semedi dan tapa brata untuk mendapatkan ilham dan kesaktian.
Cara bertapa kedua orang tersebut sangat berbeda. Eyang Jati Kusuma dengan cara tidak makan tetapi boleh tidur, sedangkan Eyang Jatiswara dengan cara tidak tidur tetapi boleh makan. Karena itu, timbullah perselisihan pendapat. Kemudian keduanya pun saling mengadu kesaktian. Eyang Jatiswara dapat memulihkan kembali periuk yang dibanting oleh Eyang Jati Kusuma. Eyang Jatiswara dapat pula merendahkan pohon kelapa yang sangat tinggi. Peristiwa itu terjadi ketika para punakawannya disuruh mengambil kelapa di Desa Semanggi tetapi tidak dapat memanjat. Oleh Eyang Jatiswara, pohon kelapa itu dapat merendah. Eyang Jatiswara juga dapat masuk ke dalam tanah dan kembali ke permukaan, dan bekas tersebut sekarang menjadi gua. Selain itu, ia dapat juga memecahkan batu besar menjadi dua dengan tangan.